KIAT-KIAT
MEMBACA
Kiat membaca dapat disinonimkan dengan retorika membaca. Retorika pada awalnya diberi pengertian
sebagai studi mengenai seni berpidato (oratoria). Dalam perkembangannya,
retorika diberi pengertian sebagai istilah yang diberikan kepada suatu kiat
pemakaian bahasa sebagai seni berpidato yang didasarkan pada suatu pengetahuan
yang tersusun baik. Retorika sebagai seni berpidato mulai menurun peranannya
setelah ditemukannya mesin cetak. Peran retorika menjadi bergeser pada seni
penggunaan bahasa secara tulis sehingga pengertian retorika menjadi meluas
sebagai suatu kiat pemakaian bahasa sebagai seni, baik secara lisan maupun
tulis, yang didasarkan atas pengetahuan yang tersusun baik untuk mencapai
tujuan tertentu.
Supaya
pemakaian bahasa dapat dilakukan secara efektif dan efisien, retorika tidak
hanya diperlukan oleh pembicara dan penulis, namun dibutuhkan juga oleh
penyimak dan pembaca. Dalam membaca, pembaca dituntut mempunyai kiat atau seni
membaca agar dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Apabila tujuan menulis
adalah menyampaikan gagasan atau informasi, tujuan membaca adalah menerima
gagasan atau informasi. Informasi disampaikan oleh penulis dengan kiat agar
gagasan dapat diterima oleh pembaca. Pembaca dalam menerima informasi yang
disampaikan penulis perlu kiat juga supaya ia dapat menerima informasi sesuai
apa yang ditulis oleh penulis. Untuk itu, cakupan retorika perlu diperluas lagi
yang tidak mencakup kiat berbicara dan menulis, tetapi juga kiat menyimak dan
membaca.
Membaca
merupakan salah satu cakupan retorika. Seperti hanya pada cakupan yang lain
(berbicara dan menulis), membaca memerlukan dasar pengetahuan yang tersusun
baik yang telah dimiliki dan kemahiran yang telah dikuasai. Dalam membaca,
pembaca dituntut dapat menggunakan kedua dasar yang telah dimiliki dan dikuasai
secara benar dan tepat agar dapat membaca secara efektif dan efisien. Untuk
keperluan itu, pembaca harus mempunyai kiat membaca. Kiat yang dimaksud
bagaimana pembaca memilih dan menggunakan model, metode, dan teknik membaca
secara tepat dan benar.
Model Membaca
Tujuan utama membaca adalah
mendapatkan informasi. Untuk mencapai tujuan itu, pembaca perlu memakai sistem
atau cara kerja dalam membaca. Sistem kerja yang dipakai mencakup cara kerja
fisik dan psikis. Gabungan kedua cara kerja tersebut merupakan proses dalam
membaca karena membaca dimulai dari proses visual dan diakhiri proses psikis.
Sistem kerja, baik fisik maupun psikis, dalam memahami atau menafsirkan bacaan
dinamakan model membaca.
Dalam sejarah perkembangan studi
membaca, munculnya model membaca dilatarbelakangi oleh pendekatan. Pendekatan
yang melatarbelakanginya adalah pendekatan taksonomik, psikologis, proses
informasi, psikomotorik, dan linguistik. Berdasarkan pendekatan tersebut,
muncullah berbagai model membaca yang diciptakan oleh para ahli. Dari berbagai
model yang muncul dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu Model Membaca Bawah
Atas (MMAB), Model Membaca Atas Bawah (MMAB), dan Model Membaca Timbal-balik
(MMTB).\
Model Membaca
Atas Bawah ( MMAB )
Teori ini dikenal
sebagai model psikolinguistik dalam membaca dan teori ini dikembangkan oleh
Goodman (1976). Model ini memandang kegiatan membaca sebagai bagian dari proses
pengembangan skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan (terus-menerus)
menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat
proses membaca berlangsung. Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan
untuk mendukung hipotesa tentang makna. Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan
informasi grafis dari bacaan karena mereka telah memiliki modal bacaan sendiri
untuk mengerti bacaan. Proses membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan
prediksi-prediksi kemudian memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang
berupa tulisan yang ada pada teks. Inti dari model membaca atas bawah adalah
pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran yang lebih tinggi. Pembaca
memulai tahapan membacanya dengan membaca prediksi-prediksi, hipotesis-hipotesis,
dugaan-dugaan berkenaan dengan apa yang mungkin ada dalam bacaan, bermodalkan
pengetahuan tentang isi dan bahasa yang dimilikinya. Untuk membantu pemahaman
dengan menggunakan teori ini, pembaca menggunakan strategi yang didasarkan pada
penggunaan petunjuk semantik dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan makna
bacaan, pembaca dapat menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi
berbahasa yang ia miliki. Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang
apa saja memainkan peran penting dalam membentuk makna bacaan. Jadi menurut
model membaca atas-bawah dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, pengalaman dan
kecerdasan pembaca diperlukan sebagai dasar dalam memahami bacaan. Model
membaca atas bawah ini berpijak pada teori psikolinguistik, mengenai interaksi
antara pikiran dan bahasa. Goodman (1967) bependapat bahwa membaca itu
merupakan proses yang meliputi penggunaan isyarat kebahasaan yang dipilih dari
masukan yang diperoleh melalui persepsi pembaca. Pemilihannnya itu dilakukan
dengan kemampuan memperkirakan. Ketika informasi itu di proses, terjadilah
keputusan-keputusan sementara untuk menerima, menolak atau memperhalus. MMBA
menggunakan informasi grafis itu hanya untuk mengukung atau menolak hipotesis
mengenai makna. Makna diperoleh dengan menggunakan informasi yang perlu saja
dari system isyrat semantik, sintaksis, dan grafik. Isyarat grafik diturunkan
dari media cetak, isyarat-isyarat lainnya berasal dari kebahasaan pembaca,
pembaca mengembangkan berbagai strategi untuk memillih isyarat grafis yang
paling berguna, setelah pembaca menjadi semakin terampil. Dalam MMAB kompetensi kognitif dan kompetensi
bahasa mempunyai peran pertama dan utama dalam penyusunan makna dari materi
cetak dalam proses membaca. Kebanyakan model MMAB ini berpijak pada teori
psikolinguistik, yakni pandangan tentang interaksi antara pikiran dan bahasa.
Goodman
(1967) yang melukiskan kegiatan membaca sebagai "permainan menebak dalam
psikolinguistik", berpendapat bahwa membaca itu merupakan proses yang
meliputi penggunaan isyarat kebahasaan yang dipilih dari masukan yang diperoleh
melalui persepsi pembaca. Pemilihannya itu dilakukan dengan kemampuan
memperkirakan atau menerka. Ketika informasi itu diproses, terjadilah
keputusan-keputusan sementara untuk menerima, menolak, atau mungkin memperhalus
masukan tersebut. Berlainan dengan MMBA, MMAB menggunakan informasi grafis itu
hanya untuk mendukung hipotesis mengenai makna yang sudah terbentuk ketika alat
viasual menangkap lambang-lambang cetak. Kata-kata tidak dapat diserap daerah
pandangan mata, jika tidak cocok dengan isyarat-isyarat semantik dan sintaksis
yang sedang diproses oleh pembaca dan perkiraan (hipotesis) yang dibuatnya.
Makna (pemahaman) diperoleh dengan menggunakan informasi yang perlu saja dari
sistem isyarat semantik, sintaksis, dan grafik. Isyarat grafik atau grafo
fonemik diturunkan dari materi cetak. Isyarat-isyarat lainnya berasal dari
kompetensi kebahasaan pembaca yang sudah tersedia di dalam benaknya. Pembaca
mengembangkan berbagai strategi untuk memilih isyarat grafis yang paling
berguna. Setelah pembaca menjadi semakin terampil, informasi grafis itu semakin
berkurang pula tingkat keperluannya, sebab pembaca sudah mempunyai teknik
samping yang lebih baik, kontrol terhadap struktur bahasa yang lebih baik juga,
serta telah memiliki perbendaharaan konsep-konsep yang lebih kaya.
Strategi-strategi untuk membuat prakiraan yang didasarkan pada
penggunaan isyarat semantik dan sintaksis, memungkinkan pembaca untuk memahami
materi dan mengantisipasi apa yang akan tampak selanjutnya di dalam materi
cetak yang sedang dibacanya itu. Validitas prakiraan itu dicetak melalui
penggunaan strategi-strategi konfirmasi. Jika prakiraan itu tidak cermat, maka
digunakanlah strategi pengoreksian yang di dalamnya terjadi pemrosesan isyarat
tambahan untuk mencari makna bacaan.
Berbeda dengan model-model "membaca sebagai terjemahan", para
ahli MMAB berpendapat bahwa pembaca yang terampil selalu melangkah langsung
dari kata-kata tercetak ke bagian makna tanpa merekamnya terlebih dahulu ke dalam
ujaran. Karena pembaca dapat mengetahui makna tanpa melakukan identifikasi kata
secara cermat, maka transformasi dalam bidang vokabuler (koakakata) atau
sintaksis yang tidak mengubah arti dipandang sebagai hal yang dapat diterima.
Hal ini disebabkan pembaca boleh dipandang sebagai orang yang mempunyai
pemahaman terhadap bacaannya itu. Psikolinguis seperti Goodman dan Smith tidak
suka pada pengajaran keterampilan-keterampilan membaca yang biasa diajarkan
secara berurutan.
Psikolinguis yang lain, Shuy (1977), berpendapat bahwa proses
behavioral (hubungan huruf- bunyi) mendominasi kegiatan membaca pada pembaca
pemula. Setelah pembaca itu belajar lebih banyak lagi, maka dia semakin
mengarah pada strategi-strategi kognitif.
Fungsi mata memainkan peranan minor dalam kegiatan membaca dengan model
ini. Model membaca dengan tipe MMAB ini tampaknya dilandasi oleh sebuah asumsi
tentang prinsip kerja mata. Prinsip ini menganut pandangan bahwa jika seseorang
terlalu menaruh harapan pada kerja visual akan berdampak negatif terhadap
keberhasilan membaca. Semakin besar harapan kita terhadap kerja mata, semakin
sulitlah mata untuk mampu melihat. Seseorang yang terlalu memfokuskan perhatian
terhadap bacaan yang ada di depan matanya dapat megalami kebutaan sementara.
Halaman yang sedang dibaca bisa menjadi kosong tak bertuliskan apa-apa. Salah
satu kendala yang dihadapi anak yang sedang belajar membaca ialah seringnya
mereka tidak mampu melihat huruf yang cukup banyak dalam sekali pandang. Dengan
MMAB, kendala tersebut dapat diatasi dengan jalan melakukan prediksi
(prakiraan). Mungkin, pembaca hanya butuh melihat beberapa huruf dari kelompok
huruf yang seharusnya dilihatnya, namun dia akan beroleh pemahaman yang sama
seperti jika dia melihat seluruh huruf yang terdapat dalam kelompok huruf
tersebut. Dengan bantuan prediksi, beban kerja mata pada saat membaca menjadi
berkurang. Memang benar, mata memainkan peranan tertentu dalam kegiatan
membaca. Orang tidak akan dapat membaca dengan mata tertutup atau dalam keadaan
gelap. Namun, informasi visual itu semata-mata tidaklah cukup. Untuk
membuktikan kebenaran pernyataan tersebut, bacalah wacana di bawah ini.
"Increasing numbers of late Pleitocene macrofossil indicate that boreal
spruce forest similar to the existing taiga in Canada was present on the
northern Plains at the same time".
Apakah informasi visual yang tersaji dalam wacana di atas dapat
menolong kita untuk memahami makna wacana itu? Bukankah kita akan menjawab
"tidak"? Nah, sekarang jelaslah bahwa informasi visual semata-mata
tidaklah cukup untuk memberi kita sebuah pemahaman tentang isi wacana yang
bersangkutan. Untuk memahami wacana yang dibacanya, pembaca memerlukan bekal
dasar yang lain. Penguasaan bahasa yang digunakan dalam wacana, keakraban
dengan bidang pengetahuan yang disajikan di dalamnya, dan kemampuan umum dalam
kegiatan membaca, merupakan hal-hal yang harus dimiliki pembaca untuk memahami
isi wacana yang bagaimana pun bentuknya. Hal-hal tersebut dapat kita golongkan
ke dalam golongan informasi nonvisual.
Model membaca atas-bawah tampaknya sejalan dengan pendapat Nutall
(1989) dan Goodman (1967). Mereka melukiskan proses pemahaman bacaan itu
sebagai "psycholinguistic guessing game". Kemampuan memahami bacaan
dilukiskan bukan sekedar kemampuan mengambil dan memetik makna bacaan dari
materi cetak, melainkan juga proses menyusun konteks yang tersedia guna
membentuk makna. Pernyataan Goodman tersebut mengimplisitkan tentang peran
skema/skemata dalam proses membaca. Latar belakang pengetahuan dan pengalaman
pembaca akan memberi warna terhadap kualitas dan kuantitas pemahaman bacaan
seseorang. Inilah yang disebut Smith (1986) sebagai informasi nonvisual.
Bagi Smith, pemahaman bacaan mengandung arti proses menghubungkan bahan
tertulis dengan apa yang telah diketahui dan ingin diketahui pembaca. Dengan
demikian, dalam kegiatan membaca proses pemahaman bacaan akan diperoleh melalui
informasi visual dan informasi nonvisual. Sekarang, dapatkah anda membedakan
informasi visual dengan informasi nonvisual? Secara kasar kita dapat mengatakan
bahwa informasi visual akan/bisa hilang bersamaan dengan hilangnya cahaya
penerang. Informasi nonvisual ada di dalam pikiran setiap pembaca, dibelakang
matanya. Informasi visual dan informasi nonvisual itu mempunyai hubungan yang
tidak jelas, tetapi keduanya sangat dibutuhkan dalam kegiatan membaca. Hubungan
timbal-balik antara kedua informasi visual dan informasi nonvisual itu dapat
digambarkan dalam diagram di bawah ini.
Gambar di atas itu memperlihatkan ilustrasi bahwa semakin banyak
informasi nonvisual dimiliki dan dimanfaatkan seseorang dalam kegiatan membaca,
maka kebutuhan akan informasi visual akan semakin berkurang. Sebaliknya,
semakin sedikit informasi nonvisual yang dimiliki seseorang, semakin banyaklah
informasi visual yang diperlukannya. Secara mudah dapat dikatakan bahwa semakin
banyak pengetahuan siap pembaca sebelumnya, semakin berkuranglah hal-hal yang
harus dicari dan ditemukannya dalam bacaan.
Kenyataan bahwa informasi visual dan informasi nonvisual itu dapat
saling menggantikan dalam proses membaca, sangat perlu diperhatikan. Otak
mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mengelola informasi visual. Mata akan
memperoleh kesempatan untuk beristirahat, jika pembaca dapat menggunakan
informasi nonvisualnya atau pengalamannya itu dengan sebaik-baiknya. Untuk
mengatasi bacaan yang sulit, pembaca tidak dapat mengurangi kecepatan bacanya
dan mengasimilasikan informasi visual lebih banyak, sebab di antara mata dan
otak itu ada bottleneck. Otak itu
mudah kewalahan oleh informasi visual sehingga kemampuan untuk melihat menjadi
sangat tebatas bahkan bisa berhenti sejenak. Oleh karena itu, kemampuan dasar
membaca tidak lain dari kemampuan menggunakan informasi nonvisual secara
maksimum, dan mengurangi sebanyak-banyaknya informasi melalui mata
Biasanya banyak orang beranggapan bahwa seseorang dapat melihat segala
sesuatu yang ada di depan matanya, asalkan orang tersebut berada di tempat
terang dengan mata terbuka. Bahkan kita juga berkeyakinan bahwa penglihatan itu
bersifat langsung. Kita melihat sesuatu, seketika itu pula penglihatan kita
terarah kepada sesuatu itu. Lebih dari itu, kita juga mengira bahwa matalah
yang bekerja dan bertanggung jawab untuk benda-benda yang kita lihat itu. Namun
sesungguhnya, mata kita sama sekali tidak melihat. Tugas mata tidak lebih dari
sekedar menyerap informasi visual dalam bentuk berkas-berkas cahaya dan
mengubahnya menjadi energi syaraf yang merambat melalui jutaan serabut syaraf
optik, kemudian masuk ke dalam otak. Yang kita lihat sesungguhnya adalah
interpretasi otak terhadap pesan, kesan, berita yang masuk melalui syaraf.
Dengan kata lain, otaklah yang melihat, sedangkan mata hanyalah
"memandang" atas perintah otak. Otak, sudah tentu, tidak melihat
segala sesuatu yang ada dan yang terjadi di depan mata. Oleh karena itu, sering
kali otak itu pun berbuat salah atau bahkan dapat melihat sesuatu yang tidak
berada di depan mata kita. Inilah yang disebut kegiatan
"memprediksi", kegiatan memperkirakan. Sebuah perkiraan, tentu saja
bisa benar dan bisa juga salah. Hal inilah yang kemudian menjadi bahan kritikan
para pakar yang tidak sependapat dengan pandangan MMAB.
Dengan kata lain, persepsi visual itu meliputi keputusan-keputusan yang
terjadi dalam otak. Waktu kita melihat seekor kuda di sebrang lapangan, otaklah
yang menentukan bahwa yang kita lihat itu adalah seekor kuda. Kita pun akan
melihat kuda meski otak membuat kekeliruan. Jika kita diberi alamat oleh
seseorang dengan tulisan seperti yang tertera di bawah ini
Jika pada MMBA struktur dalam teks (bacaan) sebagai unsur primer dan
pengetahuan sebagai unsur sekunder, MMAB berpandangan yang sebaliknya, yaitu
pengetahuan merupakan unsur primer dan struktur bacaan merupakan unsur
sekunder. Pembaca hanya melihat stimulus yang berupa isyarat simbol grafis
seperlunya saja, selebihnya pembaca menggunakan isyarat kompetensi kognitif dan
kompetensi bahasa yang telah dimilikinya. Karena kompetensi kognitif dan
kompetensi bahasa berada di otak pembaca dan otak pembaca berada di atas
bacaan, model membaca ini disebut model membaca atas bawah.
MMAB dapat dibagankan berikut ini. MMAB dikenal sebagai model
psikolinguistik dalam membaca dan teori ini dikembangkan oleh Goodman (1976).
Model ini memandang kegiatan membaca sebagai bagian dari proses pengembangan
skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan (terus-menerus) menguji dan
menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses membaca
berlangsung. Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan untuk mendukung
hipotesa tentang makna. Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan informasi grafis
dari bacaan karena mereka telah memiliki modal bacaan sendiri untuk mengerti
bacaan. Proses membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan prediksi-prediksi
kemudian memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang berupa tulisan yang
ada pada teks.
Jadi menurut model membaca
atas-bawah dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan
pembaca diperlukan sebagai dasar dalam memahami bacaan.
Model membaca atas bawah ini berpijak pada teori psikolinguistik, mengenai
interaksi antara pikiran dan bahasa. Goodman (1967) bependapat bahwa membaca
itu merupakan proses yang meliputi penggunaan isyarat kebahasaan yang dipilih
dari masukan yang diperoleh melalui persepsi pembaca.
Pemilihannnya itu dilakukan dengan kemampuan
memperkirakan. Ketika informasi itu di proses, terjadilah keputusan-keputusan
sementara untuk menerima, menolak atau memperhalus. MMBA menggunakan informasi
grafis itu hanya untuk mengukung atau menolak hipotesis mengenai makna.
Makna diperoleh dengan menggunakan
informasi yang perlu saja dari system isyrat semantik, sintaksis, dan grafik.
Isyarat grafik diturunkan dari media cetak, isyarat-isyarat lainnya berasal
dari kebahasaan pembaca, pembaca mengembangkan berbagai strategi untuk memillih
isyarat grafis yang paling berguna, setelah pembaca menjadi semakin terampil,
informasi grafis itu semakin berkurang pula perlunya, sebab pembaca telah
memiliki perbendaharaan kata dan konsep-konsep yang semakin kaya.
Strategi-strategi untuk membuat perkiraan yang didasarkan pada penggunaan
isyarat semantik dan sintaksis, memungkinkan pembaca untuk memahami materi dan
umtuk mengantisipasi apa yang tampak berikutnya di dalam materi cetak yang
sedang dibaca.
Proses membaca adalah
sebagai berikut
1. Otak pembaca
mengendalikan mata untuk melihat (membaca) lambang-lambang grafis seperlunya
saja sesuai yang dibutuhkan.
2.
Rangsangan yang berupa lambang-lambang grafis yang
telah dipilih diteruskan oleh syaraf mata ke otak.
3.
Pembaca memberi penafsiran (pemahaman) dari bacaan
yang dibaca berdasarkan kompetensi kognitif dan kompetensi bahasa yang
dimilikinya.
Model membaca sangat berkaitan dengan proses
membaca. Studi yang sintesis tentang proses membaca dimulai sejak tahun
1880-an. Pada waktu itu proses membaca merupakan pusat perhatian para ahli
psikologi eksperimental. Di antara tahun 1950-an dan tahun 1960-an perhatian
para ahli diarahkan pada definisi dan penjelasan tentang membaca. Semenjak
tahun 1970-an tumbul model-model dan teori membaca yang bertitik tolak dari
pandangan ahli psikologi perkembangan dan psikologi kognitif, proses informasi,
psikolinguistik dan linguistik.
Inti dari model membaca atas bawahadalah pembaca memulai proses pemahaman
teks dari tataran yang lebih tinggi. Pembaca memulai tahapan membacanya dengan
membaca prediksi-prediksi, hipotesis-hipotesis, dugaan-dugaan berkenaan dengan
apa yang mungkin ada dalam bacaan, bermodalkan pengetahuan tentang isi dan
bahasa yang dimilikinya. Untuk membantu pemahaman dengan menggunakan teori ini,
pembaca menggunakan strategi yang didasarkan pada penggunaan petunjuk semantik
dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan makna bacaan, pembaca dapat
menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi berbahasa yang ia miliki.
Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang apa saja memainkan peran
penting dalam membentuk makna bacaan.
Pada MMBA struktur-struktur yang ada di dalam
teks itu dianggap sebagai unsure yang memainkan peran utama.Struktur-struktur
yang ada dalam pengetahuan sebelumnya merupakan hal yang sekunder.Sebaliknya,
MMAB beranggapan bahwa struktur-struktur yang ada dalam pengetahuan sebelumnya
memainkan peran utama, sedangkan struktur-struktur yang ada dalam teks
merupakan unsur sekunder.
Tokoh yang menjadi perintis
MMAB adalah Goodman, Smith, Shuy, dan Nutall.Pandangan mereka diilhami dari
teori psikolinguistik, yaitu pandangan tentang adanya interaksi antara pikiran
dan bahasa.Goodman dan Nutall menggambarkan bahwa membaca merupakan kegiatan psycholinguistic
quessing game (permainan menebak dalam psycholinguistik). Maksudnya
adalah bahwa membaca merupakan proses yang mencakup penggunaan isyarat
kebahasaan yang dipilih dari masukan yang diperoleh melalui persepsi pembaca.
Pemilihan dilakukan pembaca dengan menggunakan kemampuan memperkirakan atau
menerka.Pada waktu informasi diproses dalam benak pembaca terjadi
keputusan-keputusan sementara untuk menerima, menolak atau menyempurnakan
masukan yang diterima.Informasi grafis hanya untuk mendukung hipotesis mengenai
makna yang sudah terbentuk ketika mata menangkap lambagn-lambang tertulis.
Kata-kata atau unsur bacaan yang lain tidak dapat diserap oleh daerah pandangan
mata jika tidak sesuai dengan isyarat-isyarat semantik dan sintaksis yang
sedang diproses pembaca dan perkiraan (hipotesis) yang dibuatnya.
Smith berpendapat bahwa
mamahami sebuah bacaan merupakan proses menghubungkan bahan tertulis dengan apa
yang telah diketahui dan ingin diketahui pembaca. Pembaca dapat memahami sebuah
bacaan dengan jalan memanfaatkan informasi visual dan nonvisual.Informasi
visual diperoleh dari lambang-lambang grafis, sedangkan informasi nonvisual
diperoleh dari pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki pembaca.Kemampuan
memahami sebuah bacaan dilukiskan tidak hanya sebagai kemampuan mengambil dan
memilih makna bacaan dari lambang-lambang grafis, namun juga kemampuan menyusun
konteks yang ada guna membentuk makna. Hal tersebut berarti dalam proses
membaca dibutuhkan peran skema atau skemata. Latar belakang pengetahuan dan
pengalaman pembaca akan memberi andil terhadap kualitas dan kuantitas pemahaman
bacaan seorang pembaca.
Tokoh psikolinguistik yang
lain adalah Shuy. Ia berpendapat bahwa proses hubungan antara huruf dan bunyi (behavioral)
terjadi pada pembaca pemula. Setelah pembaca sering melakukan kegiatan membaca,
dia semakin meningkatkan proses behavioral dan beralih pada strategi
kognitif. Pembaca mengembangkan berbagai strategi untuk memilih isyarat grafis
yang diperlukan setelah pembaca mahir, informasi grafis yang diperlukan semakin
berkurang tingkat keperluannya karena pembaca sudah mempunyai teknik sampling
(memilih) yang baik, kontrol terhadap struktur bahasa yang lebih baik, dan
telah memiliki perbendaharaan konsep yang lebih banyak.
Pembaca yang sudah terampil
dalam membaca akan selalu melangkah langsung menghubungkan kata-kata yang
dibaca ke makna tanpa melakukan identifikasi kata-kata yang dibaca secara
cermat. Tranformasi dalam bidang vokabuler (kosa kata) atau sintaksis yang
tidak mengubah makna dipandang sebagai hal yang dapat diterima.Hal itu terjadi
karena pembaca sudah mempunyai pemahaman terhadap bacaan yang dibacanya.
Dengan menggunakan MMAB,
pembaca membuat prediksi (prakiraan) terhadap bacaan yang dibacanya. Pembaca
hanya melihat beberapa bagian dari bacaan
(kata kunci, bagian yang penting, dan atau kalimat pokok), kemudian
pembaca memprediksi pemahaman atau informasi secara menyeluruh yang terdapat
pada bacaan. Dengan menggunakan syarat semantik dan sintaksis, pembaca memahami
bacaan dan mengantisipasi yang akan ada pada bagian bacaan selanjutnya
ketepatan prakiraan dibuat dengan menggunakan stategi konfirmasi. Jika prediksi
kurang cermat, pembaca menggunakan strategi konfirmasi. Jika prediksi kurang
cermat, pembaca menggunakan strategi koreksi
yang di dalamnya terjadi pemprosesan isyarat tambahan untuk mencari makna
bacaan.
Tugas mata dalam MMAB hanyalah
sekedar menyerap informasi visual dalam bentuk cahaya dan mengubahnya menjadi
energi syaraf merambat melalui jutaan serabut syaraf optik yang kemudian
diteruskan ke otak pembaca. Otak menginterpretasikan apa yang diterimanya ke
dalam bentuk pesan, lisan, berita, dan atau informasi dengan memanfaatkan
informasi visual.
Informasi visual akan langsung
hilang bersamaan dengan beralihnya pandangan mata ke bagian yang lainnya.
Informasi yang dapat bertahan lama di dalam pikiran atau otak pembaca adalah
informasi nonvisual.Informasi visual dan nonvisual dibutuhkan dalam kegiatan
membaca.Keduanya saling berhubungan secara timbal balik, walaupun hubungannya
tidak dapat digunakan secara jelas atau tidak dapat dijelaskan secara kongkrit.
Secara umum, hubungan keduanya dapat dikatakan bahwa semakin banyak informasi
nonvisual yang dimiliki dan digunakan pembaca pada waktu membaca maka kebutuhan
akan informasi visual akan semakin berkurang. Sebaliknya, semakin sedikit
informasi nonvisual yang dimiliki dan digunakan pembaca sewaktu membaca,
kebutuhan akan informasi visual semakin bertambah. Hubungan antara informasi
nonvisual dan visual dapat dibagankan berikut ini.
Hubungan antara informasi
visual dan nonvisual dalam proses membaca.
1. Pembaca membutuhkan
informasi visual sedikit atau seperlunya saja (ditandai oleh anak panah 1a)
karena pembaca telah memiliki dan menggunakan informasi nonvisual yang banyak
(ditandai oleh anak panah 1b).
2. Pembaca membutuhkan
informasi visual banyak (ditandai oleh anak panah 2a) sebab pembaca memiliki
dan menggunakan informasi nonvisual yang terbatas atau sedikit (ditandai oleh
anak panah 2b).
3. Hubungan antara
informasi visual dan nonvisual secara timbal balik dan bersifat abstrak
(ditandai anak panah 3).
Dalam model membaca yang menunjukkan gerak dari atas ke bawah ini,
atau membaca dari belakang, dikenal istilah tunnel vision, yakni
peristiwa penyempitan pandangan. Jika sewaktu membaca, seseorang hanya dapat
menggunakan dan memanfaatkan sebagian kecil saja informasi nonvisual, maka
materi cetak yang dapat dilihatnyapun sedikit pula. Jika pembaca tidak dapat
menggunakan informasi nonvisual itu sepenuhnya, maka penglihatannya akan sangat
terbatas. Penglihatan yang sangat terbatas itu disebut tunnel vision.Tunnel
vision bukanlah penyakit mata.Hal ini bisa terjadi, baik pada anak-anak maupun
orang dewasa.Gangguan tunnel vision (TV) ini pun tidak hanya terjadi pada
kegiatan membaca, pada saat orang sedang membaca.Tunnel vision TV terjadi pada
setiap situasi, yakni manakala otak dipaksa untuk memproses bahan dalam bentuk
informasi yang nonvisual.
Kendala yang dihadapi oleh pembaca yang menggunakan MMAB adalah adanya
peristiwa penyempitan pandangan sewaktu membaca atau tunnel vision
(TV).Hal itu terjadi jika pembaca hanya dapat menggunakan sebagian kecil
informasi nonvisual yang dimilikinya sehingga lambang grafis yang dapat dilihat
hanya sedikit.Pembaca tidak dapat memanfaatkan informasi nonvisual yang
dimilikinya secara penuh sehingga mengakibatkan penglihatan terbatas (TV). TV
bisa terjadi pada siswa-siswa maupun orang dewasa dan terjadi tidak hanya pada
proses membaca, tetapi pada proses lainnya. Gangguan TV muncul jika otak
dipaksa memproses bahan dalam bentuk informasi yang nonvisual.
Gangguan TV pasti terjadi pada pembaca yang mengalami hal-hal berikut
ini.
1. Pembaca membaca
bacaan yang tidak bermakna baginya.
Bacaan tidak bermakna adalah bacaan yang sulit dipahami atau belum
dikenal pembaca. Bacaan yang seperti itu akan menyulitkan pembaca memanfaatkan
informasi nonvisual secara penuh. Pembaca kesulitan atau bahkan tidak dapat
membuat prakiraan dari bacaan yang dibacanya sehingga pembaca mengalami
gangguan TV.
2. Pembaca yang
mempunyai kebiasaan yang jelek dalam membaca.
Kebiasaan jelek yang dimaksud adalah membaca terlalu lambat.Hal
tersebut karena pembaca tidak mau membaca dengan melaju dari bagian ke bagian
unsur bacaan berikutnya.Pembaca seperti itu biasanya mencoba membaca secara
cermat kata demi kata yang ada dalam bacaan dan mengulang-ulang bagian bacaan yang
sudah dibaca dengan tujuan untuk mengingat hal-hal yang kecil atau informasi
yang tidak pokok. Walaupun demikian, kebiasaan jelek dalam membaca justru yang
biasanya digunakan dalam pembelajaran membaca karena guru menganggap bahwa
membaca secara lambat akan membuat siswa terampil dalam membaca, yaitu bisa
memahami secara menyeluruh informasi yang ada pada bacaan. Anggapan tersebut
kurang benar karena sistem visual akan tertimbun oleh informasi visual akibat
membaca secara lambat.
3. Pembaca enggan
menggunakan informasi nonvisual.
Keengganan pembaca disebabkan oleh dua hal, yaitu pembaca takut salah
dan pembaca mengalami kecemasan.Pembaca yang memanfaatkan informasi nonvisual
memang mempunyai resiko, yaitu pembaca kemungkinan mengalami kekeliruan dalam
memaknai atau menafsirkan bacaan yang dibaca.Sebenarnya, pembaca tidak perlu
merasa khawatir jika sudah menggunakan informasi nonvisual dengan benar
sehingga pembaca dapat menghindari kekeliruan dalam menafsirkan.
Dalam mempersepsi, kekeliruan merupakan sesuatu yang bisa dimaklumi apa
lagi untuk pembaca yang baru taraf latihan. Ketakutan melakukan kekeliruan
dalam menafsirkan bacaan akan mengakibatkan pembaca tidak dapat membaca secara
efisien sebab pembaca akan menggunakan informasi visual yang lebih banyak atau
secara penuh sehingga waktu membaca lebih lama.
Keengganan bisa saja disebabkan oleh kecemasan.Kecemasan merupakan
sesuatu yang berpengaruh sangat besar terhadap keengganan menggunakan informasi
nonvisual.Dalam situasi apapun, termasuk membaca, kecemasan dapat mempengaruhi
seseorang dalam mengambil keputusan. Pembaca yang cemas akan memerlukan banyak
informasi visual sebelum memutuskan untuk menafsirkan bacaan sehingga pembaca
akan mengalami TV dan akan mengganggu pemahaman terhadap bacaan yang dibacanya.
Dalam pembelajaran membaca, gangguan TV harus diatasi.Gangguan TV dapat
diatasi apabila penyebab terjadinya TV diketahui dengan jelas. Siswa yang
mengalami TV karena materi bacaannya terlalu sulit atau belum dikenal maka
siswa dicarikan bacaan yang sesuai dengan tingkat baca siswa .Jika gangguan TV
disebabkan siswa tidak punya latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang
memadai tentang isi bacaan yang dibaca, guru memberikan pengetahuan tentang hal
yang berhubungan dengan bacannya sebelum kegiatan membaca dilakukan.Caranya
adalah dengan memberi tugas siswa untuk membaca buku, surat kabar, majalah, dan
yang lainnya yang isinya relevan dengan bacaan yang akan dibaca. Disamping itu,
siswa dapat diminta untuk mendengarkan ceramah, menonton film, karya wisata,
dan lain-lainnya yang cocok dengan bacaan yang akan dibaca siswa. Keterampilan
membaca tidak semata-mata akan baik dengan memberi tugas yang terus-menerus
jika tugas yang diberikan tidak sesuai dan terlalu sukar atau terlalu mudah.
Siswa yang mengalami gangguan TV karena kebiasaan membaca yang jelek
maka siswa tersebut dikondisikan atau diminta berlatih membaca dengan
cepat.Siswa harus diyakinkan bahwa membaca lambat bisa menyelubungi makna
bacaan. Informasi-informasi yang ada dalam bacaan akan saling timbun atau
tumpang tindih. Banyak pembaca melambatkan dalam membaca karena mereka takut
tidak dapat memahami bacaan. Dengan membaca cepat, informasi yang ada pada
bacaan akan terkuasai dengan baik. Dari berbagai penelitain yang dilakukan oleh
para ahli membuktikan bahwa membaca cepat akan menghasilkan membaca yang
efisien dan mempermudah dalam memahami isi bacaan.
Siswa yang mengalami gangguan TV karena perasaan takut yang
menghinggapi perasaannya maka siswa itu harus diberi keyakinan bahwa membuat
kesalahan tidak perlu ditakuti.Hal tersebut sesuai pepatah “tidak salah,
tidak belajar”.Banyak orang yang berhasil karena belajar dari kesalahannya
yang sesuai dengan pepatah “Pengalaman, termasuk pengalaman salah, merupakan
guru yang baik”. Siswa harus membebaskan diri dari perasaan was-was dan
ragu-ragu yang menggangu pikirannya sewaktu membaca. Siswa yang takut membuat
kesalahan tidak akan dapat belajar, termasuk dalam kegiatan membaca.
Kendala Model Membaca Atas Bawah
a)
Pembaca
membaca bacaan yang tidak bermakna baginya.
b)
Pembaca
yang mempunyai kebiasaan jelek dalam membaca.
c)
Pembaca
enggan menggunakan informasi visual.
d)
Keengganan
bisa saj disebabkan oleh kecemasan.
Model Membaca
Bawah Atas ( MMBA )
Model Membaca Bawah Atas (MMBA)
atau bottom-upmerupakan model membaca yang bertitik tolak dari
pandangan bahwa yang mempunyai peran penting (primer) dalam kegiatan atau
proses membaca adalah struktur bacaan, sedangkanstruktur pengetahuan yang
dimiliki (di dalam otak) pembaca mempunyai peransampingan (sekunder). Pembaca bergantung
sekali pada bacaan. Dalam bacaan, pembaca melakukan penyandian kembali
simbol-simbol tertulis sehingga mata pembaca selalu menatap bacaan. Hasil
penyandian kembali dikirim ke otak melalui syaraf visual yang ada di mata untuk
dipahami. Karena sistem atau cara kerja berawal dan bergantung pada baaan yang
berada di bawah dan baru dikirimkan ke otak yang berada di atas, sistem membaca
seperti itu dinamakan model membaca bawah atas.
Tokoh yang menjadi pencetus MMBA adalah Flesch, Gagne,
Gough, Fries, La Burge, dan Samuel.Tokoh-tokoh tersebut berlatar belakang dari
disiplin ilmu yang berbeda-beda.Flesch berasal dari disiplin ilmu jurnalistik,
Gagne dari bidang ilmu psikologi, Gough dan Fries dari bidang informasi.
Flesch, Gagne, dan Gough mempunyai pendapat yang sama tentang membaca, yaitu
bahwa membaca pada hakikatnya adalah menterjemahkan lambang grafik ke dalam
lambang lisan sehingga bahasa tulis tunduk kepada aturan bahasa lisan.
Maksudnya adalah pembaca mentransfer kembali simbol-simbol yang berbentuk tulisan
ke dalam bentuk bahasa lisan, itu tidak punya makna apa-apa.
Model Membaca Bawah Atas
(MMBA) atau bottom-up merupakan model membaca yang bertitik tolak dari
pandangan bahwa yang mempunyai peran penting (primer) dalam kegiatan atau
proses membaca adalah struktur bacaan, sedangkan struktur pengetahuan yang
dimiliki (didalam otak) pembaca mempunyai peran sampingan (sekunder). Pembaca
bergantung sekali pada bacaan.Dalam membaca, pembaca melakukan penyandian
kembali simbol-simbol tertulis sehingga mata pembaca selalu menatap
bacaan.Hasil penyandian kembali dikirim ke otak melalui syaraf visual yang ada
dimata untuk dipahami. Karena sistem atau cara kerja berawal dan bergantung
pada bacaan yang berada di bawah dan baru dikirimkan ke otak yang berada di atas,
sistem membaca seperti itu dinamakan model
membaca bawah atas (MMBA).
Apabila di bagankan model
membaca bawah atas adalah sebagai berikut:
Berdasarkan bagan tersebut, proses membaca
diawali dari bawah, yaitu bacaan.Bacaan merangsang atau menstimulus mata,
kemudian pembacamelakukan penyandian kembali simbol-simbol tertulis.Setelah
itu, hasil penyandian kembali dikirim ke otak untuk dipahami.
Dalam
uraian terdahulu kita telah membicarakan ihwal MMBA yang dalam pelaksanaan
proses membacanya mengutamakasn struktur yang tampak pada bahan bacaan. Oleh
karena itu, model tersebut diistilahkan dengan model membaca bawah atas, karena
proses yang dilaluinya bermula dari bawah, yakni dari bacaan, bukan dari otak
pembacanya.
Dalam MMBA, modal keterampilan
yang harus dimiliki pembaca adalah keterampilan mengkontruksikan antara lambang
grafis dan bunyi. Hal tersebut dikarenakan tugas pertama dan utama dalam MMBA
adalah mendekod lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bahasa sehingga
pembaca bersifat relatif pasif. Yang dibutuhkan pembaca adalah keterampilan
yang bersifat mekanik. Keterampilan mekanik menurut Tarigan (1990:11) terdiri
atas :
1. pengenalan huruf-huruf,
2. pengenalan unsur-unsur
linguistik (fonem/grafem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana),
3. pengenalan tanda baca dan
realisasinya dalam melisankannya,
4. pengenalan hubungan antara
pola ejaan dan bunyi bahasa.
MMBA mengilhami ke dalam
metode pembelajaran membaca. Metode-metode pembelajaran membaca yang dipandang
sebagai cerminan dari MMBA antara lain metode alfabet, metode fonik, metode
silabus, dan metode kata. Metode alfabet merupakan metode yang tertua.Metode
ini digunakan pada waktu zaman kejayaan Yunani dan Romawi. Prinsip pembelajaran
yang dianut berdasarkan metode ini adalah huruf yang diajarkan diucapkan sama
dengan ucapan alfabetnya. Huruf b diucapkan be, huruf c diucapkan
ce, huruf d diucapkan de, dan seterusnya diucapkan secara
alfabetis.
Metode fonik hampir sama
dengan metode alfabet. Metode fonik digunakan untuk mengatasi pembelajaran dengan
metode alfabet.Pengucapan suatu lambang bunyi diikuti dengan kegiatan
menghubung-hubungkan bunyi-bunyi tersebut dengan huruf-huruf yang
dilambangkannya. Misalnya, menghubungkan ucapan antara bunyi b [be] dan u
[u] menjadi bu [bu] yang ternyata merupakan hal yang tidak mudah
bagi siswa dan siswa yang baru membaca (pembaca pemula).Hal itulah yang
melatarbelakangi munculnya metode fonik. Huruf konsonan tidak diucapkan secara
alfabetis, tetapi secara fon (bunyi). Huruf g tidak diucapkan ge [ge],
tetapi diucapkan eg [eg]. Hurug j diucapkan ej [ej], huruf
k diucapkan ek [ek], dan seterusnya. Prinsip yang dianut oleh
metode fonik adalah setiap lambang grafis (huruf) diucapkan menjadi bunyi
(fon).
Metode silabus merupakan
metode membaca yang merangkaikan huruf dengan huruf membentuk suku kata
(silabus).Metode ini merupakan pengembangan dari metode fonik. Untuk itu,
prinsip yang dipakai adalah sama, yaitu membaca huruf menjadi bunyi yang dibaca
tidak lagi huruf demi huruf, tetapi rangkaian huruf-huruf, misalnya :
1.
bunyieb dan i dibaca bi,
2.
bunyieb dan u dibaca bu,
3.
bunyieb dan o dibaca bo.
Metode kata merupakan metode
membaca merangkaikan suku kata dengan suku kata atau huruf dengan huruf
membentuk kata. Disamping proses merangkai suku kata menjadi kata, pembaca juga
melakukan proses pemahaman atas kata-kata yang dibacanya.
Keempat metode pembelajaran
itu diterapkan atau digunakan dalam membaca permulaan. Pembaca pemula melakukan
proses membaca dimulai dari mengenal dan mengidentifikasi lambang-lambang
grafis dalam bacaan. Melalui alat visual (mata), pembaca menarik
lambang-lambang grafis yang dilihatnya ke dalam memorinya (otaknya) untuk
ditafsirkan atau dipahami dalam bentuk ingatan.Oleh karena prosesnya seperti
itu (dari bawah ke atas), metode-metode pembelajaran tersebut menganut MMBA.
MMBA mempunyai
keterbatasan.Keterbatasan pertama adalah MMBA sangat bergantung kepada peran
mata. Jika seorang pembaca menaruh harapan pada kerja mata yang dominan akan
berdampak tidak baik terhadap keberhasilan membaca. Semakin berharap pada kerja
mata, semakin sulitlah mata mampu melihat lambang-lambang grafis. Pembaca yang
terlalu memforsir perhatiannya terhadap bacaan yang ada di depan matanya
terus-menerus dapat mengalami kebutaan sementara. Pembaca tidak dapat melihat
(membaca) halaman yang dibaca dalam jangka waktu tertentu.Halaman tersebut
tampak kosong tidak ada tulisannya apa-apa. Hal itu disebabkan kerja mata ada
batasnya sehingga kalau kerja mata diforsir akan mengalami kewalahan dan
akhirnya bleng. Disamping itu, mata tidak dapat (tidak mampu) melihat
huruf-huruf yang cukup banyak dalam sekali pandang.
Keterbatasan kedua adalah MMBA
hanya cocok untuk bacaan yang belum dikenal atau sulit. Pembaca akan membaca
dengan teliti atau cermat bacaan yang berisi hal-hal atau informasi yang baru
dan belum diketahuinya atau bacaanya sulit. Jika tidak demikian, pembaca tidak
akan bisa memahami bacaan yang dibacanya. Umumnya, pemahaman yang diinginkan
pembaca dengan model ini adalah memahami atau menangkap semua informasi atau
fakta yang ada pada bacaan yang dibaca, baik yang pokok maupun yang
detailnya.Pembaca membaca secara intensif.Dalam kenyataannya, tidak semua
bacaan yang dibaca pembaca itu sulit atau belum dikenal.Ada bacaan yang isinya
tidak mengandung informasi yang baru bagi pembaca.Pembaca sudah mengetahui
seluruhnya atau sebagian isi bacaan yang dibaca sehingga membaca tidak perlu
membaca secara teliti.Pembaca bisa saja membaca secara sepintas (skimming)
hanya untuk memastikan informasi yang ada dalam bacaan sudah diketahuinya. Untuk
itu, pembaca tidak perlu menggunakan model MMBA, tetapi model membaca yang
lain, yaitu MMAB.
Keterbatasan ketiga adalah
MMBA memerlukan waktu baca yang relatif lama karena pembaca menelusuri semua
unsur bacaan dari awal sampai akhir bacaan.Pembaca harus membaca semua kata
yang ada dalam bacaan mulai kata pertama sampai kata terakhir.Padahal seorang
pembaca bisa saja membaca dalam waktu yang relatif cepat.Caranya adalah membaca
unsur-unsur bacaan tertentu saja, tidak perlu membaca seluruh unsur bacaan.Misalnya,
pembaca hanya membaca kata kunci, kalimat pokok, hal-hal yang penting.Dalam
membaca, mata melakukan lompatan-lompatan dari kata kunci, kalimat pokok atau
hal-hal yang penting ke kata kunci, kalimat pokok atau hal-hal yang penting
berikutnya.
Untuk mengatasi keterbatasan
MMBA, ahli lain menawarkan model membaca atas bawah (MMAB).
MMBA
mempunyai
beberapa keterbatasan dalam penerapannya.
Selanjutnya, MMBA pada dasarnya merupakan
proses penerjemahan, dekod dan enkod. Dekod ialah kegiatan mengubah tanda-tanda
menjadi berita.Enkod ialah kegiatan mengubah berita menjadi
lambang-lambang.Peristiwa decoding tampak pada pihak penyimak (dalam peristiwa
komunikasi lisan) dan para pembaca (dalam peristiwa komunikasi tulis).Sementara
kegiatan encoding terjadi pada para pembicara (untuk peristiwa komunikasi
lisan) dan para penulis (untuk peristiwa komunikasi tulis).
Pada MMBA pembaca akan memulai proses
membacanya dengan pengenalan dan penafsiran terhadap huruf-huruf atau unit-unit
yang lebih besar dari huruf yang terdapat dalam materi cetak. Setelah itu,
barulah dia melakukan antisipasi terhadap kata-kata yang diejanya itu.Setelah
kata-kata teridentifikasi segera didekod dalam bahasa batin.Di situlah tempat
pembaca memperoleh makna. Proses ini sama seperti yang terjadi pada waktu
menyimak. Jika lihat proses membaca dengan MMBA, tampaknya yang memainkan
peranan utama dalam proses membaca tersebut adalah unsur teks. Dari teks (dari
bawah) melalui mata ditarik ke dalam struktur otak untuk mengidentifikasikan
dan mencari maknanya. Proses ini akan terjadi manakala seorang pembaca
berhadapan dengan materi-materi bacaan baru yang sama sekali belum pernah
dikenalnya.
Membaca pemahaman dianggap sebagai hasil
otomatisasi kerja visual dan pikiran yang diperoleh dari pengenalan kata secara
cermat. Para penulis berbagai bidang profesi, seperti: jurnalistik (Fleseh),
psikologi (Gagne), dan teori proses informasi (Gough) berpendapat bahwa membaca
itu pada dasarnya adalah terjemahan lambang grafik ke dalam bahasa lisan.
Mereka berpendapat bahwa bahasa tulis itu tunduk kepada aturan bahasa lisan.
Mempelajari apa yang dikatakan lambang tercetak
merupakan kegiatan satu-satunya dalam proses membaca bawah atas. Menurut MMBA,
tugas pertama dan utama dalam membaca ialah mendekod lambang-lambang tertulis
itu menjadi bunyi-bunyi bahasa. Peran pembaca bersifat relatif pasif dalam
proses penerjemahan itu. Satu-satunya pengetahuan yang disiapkannya ialah
pengetahuan tentang hubungan antara lambang dan bunyi.Jelaslah bahwa menurut
MMBA teks bacaan itu diproses oleh pembaca tanpa informasi yang mendahuluinya,
tanpa ada hubungannya dengan isi bacaan.
Lambang-lambang grafis pada
dasarnya tidak punya makna apa-apa.Pembaca tidak memperoleh makna dari
simbol-simbol grafis yang dibaca, tetapi pembaca memberikan makna atas
simbol-simbol grafis yang dibaca.Contohnya adalah jika pembaca melihat sebuah
titik pada kertas, titik tersebut tidak bermakna.Titik tersebut bermakna jika
diberi tafsir pembaca.Titik yang berada di akhir deretan kata-kata yang
berbentuk klausa maka titik tersebut berarti atau bermakna sebuah tanda
berhenti. Jika titik tersebut berada di dalam peta, dimaknai sebagai letak
sebuah kota. Dalam sandi morse, titik itu diberi interpretasi sebagai lambang
huruf. Dalam bahasa Yunani, titik tersebut sebagai tanda atau simbol vokal.
Jika tidak diberi interpretasi, titik
MMAB mengajukan hal lain. Dalam MMAB kompetensi kognitif dan kompetensi bahasa mempunyai peran
pertama dan utama dalam penyusunan makna dari materi cetak dalam, proses
membaca.Kebanyakan model MMAB ini berpijak pada teori psikolinguistik, yakni
pandangan tentang interaksi antara pikiran dan bahasa.Goodman (1967) yang
melukiskan kegiatan membaca sebagai “permainan menebak" dalam psikuistik, berpendapat bahwa membaca itu
merupakan proses yang meliputi penggunaan isyarat kebahasaan yang dipilih dari
masukan yang diperoleh melalui persepsi pembaca.Pemilihannya itu dilakukan
dengan kemampuan memperkirakan atau menerka.Ketika informasi itu diproses,
terjadilah keputusan-keputusan sementara untuk menerima, menolak, atau mungkin
memperhalus masukan tersebut.Berlainan dengan MMBA, MMAB menggunakan informasi
grafis itu hanya untuk mendukung hipotesis mengenai makna yang sudah terbentuk
ketika alat visual menangkap lambang-olinglambang cetak.Kata-kata tidak dapat
diserap daerah pandangan mata jika tidak cocok dengan isyarat-isyarat semantik
dan sintaksis yang sedang diproses oleh pembaca dan perkiraan (hipotesis) yang
dibuatnya.
Makna (pemahaman) diperoleh dengan menggunakan
informasi yang perlu saja dari system isyarat semantik, sintaksis, dan
grafik.Isyarat grafik atau grafofonemik diturunkan dari materi
cetak.Isyarat-isyarat lainnya berasal dari kompetensi kebahasaan pembaca yang sudah tersedia di dalam benaknya.Pembaca
mengembangkan berbagai strategi untuk memilih isyarat grafis yang paling
berguna. Setelah pembaca menjadi semakin terampil, informasi grafis itu semakin
berkurang pula tingkat keperluannya, sebab pembaca sudah mempunyai teknik sampling yang lebih baik, kontrol terhadap struktur bahasa
yang lebih baik juga, serta telah memiliki perbendaharaan konsep-konsep yang
lebih kaya. Strategi-strategi untuk membuat prakiraan yang didasarkan pada
penggunaan isyarat semantik dan sintaksis, memungkinkan pembaca memahami materi
dan mengantisipasi apa yang akan tampak selanjutnya di dalam materi cetak yang
sedang dibacanya itu. Validitas prakiraan itu dicetak melalui penggunaan
strategi-strategi konfirmasi.Jika prakiraan itu tidak cermat, maka digunakanlah
strategi mengoreksi yang di dalamnya terjadi pemrosesan isyarat tambahan untuk
mencari makna bacaan.
Berbeda dengan model-model “membaca sebagai
terjemahan”, para ahli MMAB berpendapat
bahawa pembaca yang terampil selalu melangkah dari kata-kata tercetak ke bagian
makna tanpa merekamnya terlebih dahulu ke dalam ujaran.Karena pembaca dapat
mengetahui makna tanpa melakukan identifikasi kata secara cermat, maka
transformasi dalam bidang vokabuler atau sintaksis yang tidak mengubah arti
dipandang sebagai hal yang dapat diterima.Hal ini desebabkan pembaca boleh
dipandang sebagai orang yang mempunyai pemahaman terhadap bacaannya itu.
Psikolinguis seperti Goodman dan Smith tidak
suka ada pengajaran keterampilan-keterampilan membaca yang biasa diajarkan
secara berurutan. Psikolinguis yang lain, Shuy (1977), berpendapat bahwa proses
behavioural (hubungan huruf-bunyi) mendominasi kegiatan membaca pada pembaca
pemula. Setelah pembaca itu belajar lebih banyak lagi, maka dia semakin
mengarah pada strategi-strategi kognitif.
Fungsi mata memainkan peranan minor dalam
kegitan membaca dengan model ini.Model membaca dengan tipe MMAB ini tampaknya
dilandasi oleh sebuah asumsi tentang prinsip kerja mata. Prinsip ini menganut
pandangan bahwa jika seseorang terlalu menaruh harapan pada kerja visual akan
berdampak negatif terhadap keberhasilan membaca. Semakin besar harapan kita
terhadap kerja mata, semakin sulitlah mata untuk mampu melihat. Seseorang yang
terlalu memfokuskan perhatian terhadap bacaan yang ada di depan matanya dapat
mengalami kebutaan sementara. Halaman yang sedang dibaca bisa menjadi kosong
tak bertuliskan apa-apa.Salah satu kendala yang
dihadapi anak yang sedang belajar membaca ialah seringnya mereka tidak mampu
melihat huruf yang cukup banyak dalam sekali pandang. Dengan MMAB, kendala
tersebut dapat diatasi degan jalan melakukan prediksi. Mungkin, pembaca hanya
butuh melihat beberapa huruf dari kelompok huruf yang seharusnya dilihatnya,
namun dia akan beroleh pemahaman yang sama seperti jika dia melihat seluruh
huruf yang terdapat dalam kelompok huruf tersebut. Dengan bantuan prediksi,
beban kerja mata pada saat membaca menjadi berkurang.
Memang benar, mata memainkan peranan tertentu
dalam kegiatan membaca. Orang tidak akan dapat membaca dengan mata tertutup
atau dalam keadaan gelap. Namun, informasi visual itu semata-mata tidaklah
cukup.Untuk membuktikan kebenaran pernyataan tersebut, bacalah wacana di bawah
ini.
“Increasing numbers of late
Pleitocene macrofossil indicate that boreal spruce forest similar to the
existing taiga in Canada was present on the northern Plains at the same time”
Apakah informasi visual yang tersaji dalam
wacana di atas dapat menolong kita untuk memahami makna wacana itu? Bukankah
kita akan menjawab “tidak”? Nah, sekarang jelaslah bahwa informasi visual
semata-mata tidaklah cukup untuk memberi kita sebuah pemahaman tentang isi
wacana yang bersangkutan. Untuk memahami wacana yang dibacanya, pembaca
memerlukan bekal dasar lain. Penguasaan bahasa yang digunakan dalam
wacana, keakraban dengan bidang pengetahuan yang disajikan di dalamnya, dan
kemampuan umum dalam kegiatan membaca, merupakan hal-hal yang harus dimiliki
pembaca untuk memahami isi wacana yang bagaimanapun bentuknya.Hal-hal tersebut
dapat kita golongkan ke dalam golongan informasi nonvisual.
Model membaca atas-bawah tampaknya sejalan
dengan pendapat Nutall (1989) dan Goodman (1967). Mereka melukiskan proses
pemahaman bacaan itu sebagai psycholinguistic guessing game. Kemampuan
memahami bacaan dilukiskan bukan sekedar kemampuan mengambil dan memetik makna
bacaan dari materi cetak, melainkan juga proses menyusun konteks yang tersedia
guna membentuk makna. Pernyataan Goodman tersebut mengimplisitkan tentang peran
skema/skemata dalam proses membaca. Latar belakang pengetahuan dan pengalaman
pembaca akan memberi warna terhadap kualitas dan kuantitas pemahaman bacaan
seseorang. Inilah yang disebut Smith (1989) sebagai informasi nonvisual.
Bagi Smith, pemahaman bacaan mengandung arti proses menghubungkan bahan
tertulis dengan apa yang telah diketahui dan ingin diketahui pembaca. Dengan demikian,
dalam kegiatan membaca proses pemahaman bacaan akan diperoleh melalui informasi
visual dan informasi nonvisual.
Sekarang, dapatkah anda membedakan informasi
visual dengan informasi nonvisual? Secara kasar kita dapat mengatakan bahwa
informasi visual akan/bisa hilang bersamaan dengan hilangnya cahaya
penerang.Informasi nonvisual ada di dalam pikiran setiap pembaca, di belakang
matanya.Informasi visual dan informasi nonvisual itu mempunyai hubungan yang
tidak jelas, tetapi keduanya sangat dibutuhkan dalam kegiatan membaca. Hubungan
timbal balik antara kedua informasi visual dan informasi nonvisual itu dapat
digambarkan dalam diagram di bawah ini.
Kenyataan
bahwa informasi visual dan informasi nonvisual itu dapat saling menggantikan
dalam proses membaca, sangat perlu
diperhatikan. Otak mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mengelola informasi
visual. Mata akan memperoleh kesempatan untuk beristirahat, jika pembaca dapat
menggunakan informasi nonvisualnya atau pengalamannya itu dengan
sebaik-baiknya.Untuk mengatasi bacaan yang sulit, pembaca dapat mengurangi
kecepatan bacanya dan mengasimilasikan informasi visual lebih banyak, sebab di
antara mata dan otak itu ada bottleneck.Mengenai hal ini dapat
dilukiskan melalui gambar berikut.Gambar ini memperlihatkan bagaimana dan
sejauh mana otak dapat menampung informasi dari informasi visual yang tampak
dalam materi cetak.
Otak
itu mudah kewalahan oleh informasi visual sehingga kemampuan untuk melihat
menjadi sangat terbatas bahkan bisa berhenti sejenak. Oleh karena itu,
kemampuan dasar membaca tidak lain dari kemampuan menggunakan informasi
nonvisual secara maksimum, dan mengurangi sebanyak-banyaknya informasi melalui
mata.
Biasanya
banyak orang beranggapan bahwa seseorang dapat melihat segala sesuatu yang ada didepan
matanya, asalkan orang tersebut berada di tempat terang dengan mata
terbuka.Bahkan kita juga berkeyakinan bahwa penglihatan itu bersifat langsung;
kita melihat sesuatu seketika penglihatan kita terarah kepada sesuatu itu.Lebih
dari itu, kita juga mengira bahwa matalah yang bekerja dan bertanggungjawab
untuk benda-benda yang kita lihat itu. Namun sesungguhnya, mata kita sama
sekali tidak melihat. Tugas mata tidak lebih dari sekedar menyerap informasi
visual dalam bentuk berkas cahaya dan mengubahnya menjadi energi syaraf yang
merambat melalui jutaan serabut syaraf optik, kemudian masuk ke dalam otak.Yang
kita lihat sesungguhnya adalah interpretasi otak terhadap pesan, kesan, berita
yang masuk melalui syaraf. Dengan kata lain, otaklah yang melihat, sedangkan
mata hanyalah “memandang” atas perintah otak.
Otak,
sudah tentu, tidak melihat segala sesuatu yang ada yang terjadi di depan mata.
Oleh karena itu, seringkali otak itu pun berbuat salah atau bahkan dapat
melihat sesuatu yang tidak berada di depan mata kita. Inilah yang disebut
kegiatan “memprediksi”, kegiatan memperkirakan.Sebuah perkiraan, tentu saja
bisa benar dan bisa juga salah.Hal inilah yang kemudian menjadi bahan kritikan
para pakar yang tidak sependapat dengan pandangan MMAB.
Pada
MMBA struktur-struktur yang ada di dalam teks itu dianggap sebagai unsur yang
memainkan peran utama.Struktur-struktur yang ada dalam pengetahuan sebelumnya
merupakan hal yang sekunder.Sebaliknya, MMAB beranggapan bahwa
struktur-struktur yang ada dalam pengetahuan sebelumnya memainkan peran utama,
sedangkan struktur-struktur yang ada dalam teks merupakan unsur sekunder.
Selanjutnya,
MMBA pada dasarnya merupakan proses penerjemahan, dekod dan enkod. Dekod ialah
kegiatan mengubah tanda-tanda menjadi berita.Enkod ialah kegiatan mengubah
berita menjadi lambang-lambang.Peristiwa decoding tampak pada pihak penyimak
(dalam peristiwa komunikasi lisan) dan para pembaca (dalam peristiwa komunikasi
tulis).Sementara kegiatan encoding terjadi pada para pembicara (untuk peristiwa
komunikasi lisan) dan para penulis (untuk peristiwa komunikasi tulis).
Pada
MMBA pembaca akan memulai proses membacanya dengan pengenalan dan penafsiran
terhadap huruf-huruf atau unit-unit yang lebih besar dari huruf yang terdapat
dalam materi cetak. Setelah itu, barulah dia melakukan antisipasi terhadap
kata-kata yang diejanya itu.Setelah kata-kata teridentifikasi segera didekod
dalam bahasa batin.Di situlah tempat pembaca memperoleh makna. Proses ini sama
seperti yang terjadi pada waktu menyimak. Jika lihat proses membaca dengan
MMBA, tampaknya yang memainkan peranan utama dalam proses membaca tersebut
adalah unsur teks. Dari teks (dari bawah) melalui mata ditarik ke dalam
struktur otak untuk mengidentifikasikan dan mencari maknanya. Proses ini akan
terjadi manakala seorang pembaca berhadapan dengan materi-materi bacaan baru
yang sama sekali belum pernah dikenalnya.
Membaca
pemahaman dianggap sebagai hasil otomatisasi kerja visual dan pikiran yang
diperoleh dari pengenalan kata secara cermat. Para penulis berbagai bidang
profesi, seperti: jurnalistik (Fleseh), psikologi (Gagne), dan teori proses
informasi (Gough) berpendapat bahwa membaca itu pada dasarnya adalah terjemahan
lambang grafik ke dalam bahasa lisan. Mereka berpendapat bahwa bahasa tulis itu
tunduk kepada aturan bahasa lisan.
Mempelajari
apa yang dikatakan lambang tercetak merupakan kegiatan satu-satunya dalam
proses membaca bawah atas. Menurut MMBA, tugas pertama dan utama dalam membaca
ialah mendekod lambang-lambang tertulis itu menjadi bunyi-bunyi bahasa. Peran
pembaca bersifat relatif pasif dalam proses penerjemahan itu.
Satu-satunya
pengetahuan yang disiapkannya ialah pengetahuan tentang hubungan antara lambang
dan bunyi.Jelaslah bahwa menurut MMBA teks bacaan itu diproses oleh pembaca
tanpa informasi yang mendahuluinya, tanpa ada hubungannya dengan isi bacaan.
Pada MMBA struktur-struktur yang ada dalam teks itu di
anggap sebagai unsur yang memainkan peran utama. Struktur-struktur yang ada
dalam pengetahuan sebelumnya merupakan hal yang sekunder. Sebaliknya, MMAB
beranggapan bahwa struktur-struktur yang ada dalam pengetahuan sebelumnya
memainkan peranan utama, sedangkan struktur-struktur yang ada dalam teks
merupakan unsur sekunder. MMBA pada dasarnya merupakan proses penerjemahan,
dekode dan enkode. Dekode ialah kegiatan mengubah tanda-tanda menjadi berita.
Enkode ialah kegiatan mengubah berita menjadi lambang-lambang. Peristiwa
dekoding tampak pada pihak penyimak (dalam peristiwa komunikasi lisan) dan para
pembaca.
Sementara kegiatan enkoding terjadi pada para
pembicara (untuk peristiwa komunikasi lisan) dan para penulis (untuk peristiwa
komunikasi tulis). Pada MMBA pembaca akan memulai proses membacanya dengan
pengenalan dan penafsiran terhadap huruf-huruf atau unit-unit yang lebih besar
dari huruf yang terdapat dalam materi cetak. Setelah itu, barulah dia melakukan
antisipasi terhadap kata-kata yang diejanya itu. Setelah kata-kata
teridentifikasi segera didekode dalam bahasa batin. Di situlah tempat pembaca
memperoleh makna. Proses ini sama seperti yang terjadi pada waktu menyimak.
Jika kita lihat proses membaca dengan MMBA, tampaknya
yang memainkan peranan utama dalam proses membaca tersebut adalah unsur teks.
Informasi dari teks (dari bawah) melalui mata ditarik ke dalam struktur otak
untuk diidentifikasi dan dincari maknanya. Proses ini akan terjadi manakala
seorang pembaca berhadapan dengan materi-materi bacaan baru yang sama sekali
belum pernah dikenalnya. Membaca pemahaman dianggap sebagai hasil otomatisasi
kerja visual dan pikiran yang diperoleh dari pengenalan kata secara cermat.
Para penulis berbagai bidang profesi, seperti: Flesch (jurnalistik , Gagne
(psikologi), dan Gough (teori proses informasi) berpendapat bahwa membaca itu
pada dasarnya adalah terjemahan lambang grafik ke dalam bahasa lisan. Mereka
berpendapat bahwa bahasa tulis itu tunduk kepada aturan bahasa lisan.
Mempelajari apa yang dikatakan lambang tercetak merupakan kegiatan satusatunya
dalam proses membaca model bawah atas. Menurut MMBA, tugas pertama dan utama
dalam membaca ialah mendekode lambang-lambang tertulis itu menjadi bunyi-bunyi
bahasa. Peran pembaca bersifat relatif pasif dalam proses penerjemahan itu.
Satu-satunya pengetahuan yang disiapkannya ialah pengetahuan tentang hubungan
antara lambang dan bunyi. Jelaslah bahwa menurut MMBA teks bacaan itu diproses
oleh pembaca tanpa informasi yang mendahuluinya, tanpa ada hubungannya dengan
isi bacaan.
Definisi-definisi membaca yang dibuat oleh Rudolf
Flesch dan C.C. Fries yang tertera di bawah ini menunjukkan model membaca bawah-atas.
Fries (1962), mendefinisikan membaca sebagai kegiatan mengembangkan
kebiasaan-kebiasaan merespon seperangkat pola yang terdiri atas lambang-lambang
grafis.
Model-model pemikiran yang sejalan dengan MMBA itu
melahirkan metode-metode pengajaran membaca tertentu. Para guru membaca akan
memilih metode-metode pengajaran tertentu sesuai dengan pandangan teoretis yang
dianutnya. Inilah yang oleh Wardaugh disebut sebagai pandangan seseorang
terhadap sesuatu dipengaruhi oleh pandangannya terhadap teori tertentu yang
dianutnya. Metode-metode pengajaran membaca yang dipandang sebagai cerminan
dari pandangan MMBA antara lain, metode Alfabet, metode Fonik, metode Kata
Kunci, metode Silabik, dan sebagainya. Metode Alfabet merupakan metode
pengajaran membaca yang tertua. Dalam zaman keemasan Yunani dan Roma orang
mengajarkan membaca denagn Metode Alfabet. Dalam Metode ini, huruf-huruf yang
akan diajarkan itu diucapkan sama dengan ucapan alfabetisnya. Dengan demikian
huruf "D" diucapkan /de/; huruf "K" diucapkan /ka/, huruf
"L" diucapkan /el/; huruf "M" diucapkan /em/ dan
selanjutnya.
Menghubungkan ucapan "k" /ka/ dan
"i" /i/ menjadi "ki" /ki/ ternyata merupakan hal yang tidak
mudah bagi anak-anak yang baru mulai belajar membaca. Itulah sebabnya dalam
metode Fonik, konsonan-konsonan itu tidak diucapkan seperti ucapan Alfabet.
Huruf "K" tidak diucapkan /ka/, tetapi /kh/atau /ek/; huruf
"D" tidak diucapkan /de/. tetapi /dh/ atau /ed/. Demikian seterusnya,
setiap lambang diucapkan berdasarkan bunyinya, berdasarkan bagaimana bunyi itu
seharusnya diucapkan.
Langkah metode Fonik ini serupa benar dengan metode
Alfabet dalam pengajaran membaca permulaan. Pengucapan suatu lambang bunyi
tertentu diikuti oleh kegiatan menghubungkan bunyi itu dengan huruf-huruf yang
melambanginya. Dengan demikian, para pemula melakukan proses belajar membaca
permulaannya dimulai dari pengenalan dan pengidentfikasian lambang cetak dari
teks. Dengan bantuan alat visualnya, para pembaca pemula akan menarik
lambang-lambang yang dilihatnya ke dalam memori untuk ditafsirkan (dalam hal
ini: diingat-ingat). Oleh karena itu, metode-metode pengajaran tersebut
digolongkan ke dalam metode yang menganut pandangan MMBA dalam proses membaca.
Salah seorang tokoh MMBA, Gough (1972) mencoba
menunjukkan proses membaca itu dalam sebuah model berurut-lanjut, tidak
interaktif. Menurut pendapatnya, proses tersebut meliputi urutan-urutan seperti
berikut ini.
1. Informasi grafemik diserap melalui sistem visual dan
disimpan secara singkat di dalam "ikon".
2. Pesan tersebut dikilas dan diolah di dalam
perlengkapan pengenal pola yang dapat mengenali huruf-huruf.
3. Huruf-huruf ini kemudian dikirim ke pencatat huruf
yang menahan huruf-huruf itu, sementara pendekod mengubah huruf-huruf tersebut
menjadi gambaran fonem.
4. Gambaran fonem ini masuk ke dalam
"librarian" yang mencarikan leksikon, dan mencocokkan untaian fonemik
dengan entri yang sudah ada dalam leksikon.
5. Untaian leksikal yang dihasilkan oleh librarian itu
masuk ke dalam memori pertama.
6. Memori pertama itu dapat menangkap satuan leksikal itu
sampai lima buah, dan hal ini merupakan masukan bagi "merlin".
7. Merlin menggunakan pengetahuannya tentang sintaksis
dan sematik untuk menentukan "struktur dalam" atau mungkin makna
masukan itu.
8. Akhirnya, struktur dalam atau pernyataan-pernyataan tentang
makna itu masuk ke dalam "Tempat Tujuan Kalimat-kalimat (TTKSMD), setelah
maknanya dipahami.
Dengan demikian, kegiatan membaca itu selesai setelah semua masukan
teks itu dapatmelewati sederetan transformasi dan mencapai TTKSMD.
Model Membaca
Timbal Balik ( MMTB )
Tokoh
yang mencanangkan MMTB adalah Teoris Rumelhart pada tahun 1977. Di pandang dari
metode pembelajaran, model Rumelhart mempunyai keunggulan. Keunggulan
yang pertama adalah model tersebut sudah membaur dengan
berbagai strategi pembelajaran yang telah menunjukkan keberhasilannya.
Keunggulan yang kedua adalah model Rumelhart sangat cocok digunakan untuk
pembelajaran membaca pada tingkat sekolah menengah, baik menengah pertama (SMP)
maupun menengah atas (SMA).Munculnya MMTB
disebabkan MMBA dan MMAB tidak memuaskan. Kedua model itu berpedoman pada
pandangan formalisme yang menganggap bahwa membaca merupakan proses yang
dilaksanakan secara linier. Sifat dari kedua model itu adalah berurut
berlanjut, yaitu bahwa membaca merupakan proses melihat dari awal sampai akhir,
dari bagian pertama, ke bagian kedua, ke bagian ke tiga, dan seterusnya.
Padahal, proses membaca tidaklah seperti itu.Hal tersebut bergantung pada
bacaan yang dibaca dan pengetahuan pembaca.Sebuah bacaan kadangkala ada bagian
yang sudah dikenal, mudah atau tidak pokok dan ada bagian yang belum dikenal,
sulit atau pokok.Untuk itu, pembaca tidak bisa menerapkan salah satu model
membaca yang sudah ada, yaitu MMBA atau MMAB.Pengetahuan pembaca pada setiap
bagian bacaan juga kadangkala berbeda.Ada bagian bacaan yang sudah sesuai
dengan pengetahuan pembaca dan ada yang belum sesuai dengan pengetahuan
sehingga pembaca tidak bisa menerapkan MMBA atau MMAB saja. Oleh karena itu,
pembaca dituntun tidak hanya memakai salah satu model membaca tersebut, tetapi
mengkombinasikan kedua model tersebut dalam proses membaca. Sistem atau cara
kerja membaca seperti itu dinamakan MMTB.
MMTB merupakan cara kerja pembaca yang berlangsung secara simultan.
Membaca tidak lagi merupakan proses yang linier dan berurut-berlanjut,
melainkan proses timbal balik yang bersifat simultan. Pembaca menggunanakan
MMBA dan MMAB secara bergantian.Suatu saat MMBA yang berperan dan suatu saat
MMAB yang berperan.Penganut paham MMTB percaya bahwa pemahaman itu bergantung
pada informasi grafis (informasi visual) dan informasi nonvisual (informasi
yang sudah dimiliki oleh pembaca).Disamping itu, proses MMTB dimulai dari
peringkat yang lebih tinggi, yaitu mulai dengan semantik atau makna.Pada
peringkat ini bank data bekerja secara simultan.Pengetahuan yang telah dimiliki pembaca yang meliputi
sintaksis, semantik, ortografis, dan leksikon bekerja secara serempak untuk
memahami (mentransfer) informasi yang disampaikan penulis.
Model Membaca Timbal Balik
(MMTB) merupakan model membaca yang menggunakan sisten kerja MMBA dan MMAB
secara serentak dalam membaca sebuah bacaan. Dalam
model ini, proses membaca berlangsung secara simultan. Membaca tidak lagi
berlangsung secara linier dan berurut-berlanjut, tetapi timbal balik. MMBA dan
MMAB digunakan secara bergantian karena penganut paham MMTB percaya bahwa
proses membaca bergantung pada proses penyandian simbol-simbol grafis oleh mata
dan proses penggunaan kompetensi kognitif dan bahasa yang telah dimiliki oleh
pembaca.
Pembaca menggunakan MMAB dan
MMBA secara bergantian. Pemahaman itu bergantung pada informasi grafis dan
informasi non visual.Munculnya MMTB disebabkan MMBA dan MMAB tidak memuaskan. Kedua model itu
berpedoman pada pandangan formalismeang menganggap bahwa membaca merupakan
proses yang dilaksanakan secara linear. Sifat dari kedua model itu adalah
berurut berlanjut, yaitu bahwa membaca merupakan proses melihat dari awal
sampai akhir, dari bagian pertama kebagian kedua dan seterusnya. Padahal,
proses membaca tidaklah seperti itu.Hal tersebut bergantung pada bacaan yang
dibaca dan pengetahuan pembaca.Sebuah bacaan kadang kala ada bagian yang sudah
dikenal, mudah atau tidak pokok dan ada bagian yang belum dikenal, sulit atau
pokok.Untuk itu, pembaca tidak bisa menerapkan salah satu model membaca yang
sudah ada, yaitu MMBA dan MMAB. Oleh karena itu, pembaca dituntun tidak hanya
memakai salah satu model membaca tersebut, tetapi mengkombinasikan kedua model
tersebut dalam proses membaca. Sistem atau cara membaca seperti itu dinamakan
MMTB.
Penganut
MMTB percaya bahwa pemahaman itu bergantung pada informasi grafis (informasi
visual), dan informasi nonvisual (informasi yang sudah dimiliki oleh pembaca).
Munculnya MMTB disebabkan MMBA
dan MMAB tidak memuaskan. Kedua model itu berpedoman pada pandangan formalisme
yang menganggap bahwa membaca merupakan proses yang dilaksanakan secara linier.
Sifat dari kedua model itu adalah berurut berlanjut, yaitu bahwa membaca
merupakan proses melihat dari awal sampai akhir, dari bagian pertama, ke bagian
kedua, ke bagian ke tiga, dan seterusnya. Padahal, proses membaca tidaklah
seperti itu.Hal tersebut bergantung pada bacaan yang dibaca dan pengetahuan
pembaca.Sebuah bacaan kadangkala ada bagian yang sudah dikenal, mudah atau
tidak pokok dan ada bagian yang belum dikenal, sulit atau pokok.Untuk itu,
pembaca tidak bisa menerapkan salah satu model membaca yang sudah ada, yaitu
MMBA atau MMAB.Pengetahuan pembaca pada setiap bagian bacaan juga kadangkala
berbeda.Ada bagian bacaan yang sudah sesuai dengan pengetahuan pembaca dan ada
yang belum sesuai dengan pengetahuan sehingga pembaca tidak bisa menerapkan
MMBA atau MMAB saja. Oleh karena itu, pembaca dituntun tidak hanya memakai
salah satu model membaca tersebut, tetapi mengkombinasikan kedua model tersebut
dalam proses membaca. Sistem atau cara kerja membaca seperti itu dinamakan
MMTB.
Model
Membaca Timbal-Balik (MMTB) dicanangkan oleh teoris Rumelhart (1977).Rumeljart
mereaksi dua model membaca yang telah kita singgung di muka.Dia beranggapan
bahwa model-model yang terdahulu itu tidak memuaskan, karena pada umumnya
model-model tersebut bertitik tolak pada pandangan formalisme model-model
perhitungan yang linear.Model-model itu mempunyai sifat-sifat
berurut-berlanjut, tidak interaktif.
MMTB melukiskan MMBA dan MMAB berlangsung
simultan pada pembaca yang mahir. Artinya, proses membaca tidak lagi
menunjukkan suatu proses yang bersifat linier, tidak menjukkan proses yang
berturut-berlanjut, melainkan suatu proses timbal balik yang bersifat simultan.
Pada suatu saat MMBA berperan dan pada saat lain justru MMAB yang berperan.
Para penganut paham MMTB percaya bahwa pemahaman itu tergantung pada informasi
grafis atau informasi visual dan informasi nonvisual atau informasi yang sudah
tersedia dalam pikiran pembaca. Oleh karenanya, pemahaman bisa terganggu jika
ada pengetahuan yang diperlukan untuk memahami bacaan yang dibacanya tidak bisa
digunakan, baik disebabkan pembaca lupa akan informasi tersebut atau mungkin
juga karena skemanya terganggu.
Paradigma yang diajukan Rumelhart untuk
melukiskan proses membaca itu berlainan dengan paradigma-paradigma yang pernah
ada sebelumnya. Dalam kompultasi paralel selalu terjadi interaksi di antra
proses-proses yang berlangsung berkelanjutan dan akhirnya sampai pada suatu
kesimpulan.Rumelhart mengajukan pendapat yang menyatakan bahwa membaca
sebagai kegiatan yang meliputi berbagai tipe pemrosesan informasi dan
unit-unit pemrosesan itu bersifat sangat interaktif dan berlanjut.Dengan
menggunakan formalisme yang dikembangkan dengan komputer, Rumelhart dapat
menjelaskan secara tepat aspek-aspek membaca yang bersifat parallel dan yang
bersifat interaktif.Aspek-aspek yang dikemukakan oleh Rumelhart itu sudah
dijelaskan oleh para ahli yang terdahulu.Akan tetapi, penjelasan yang
disampaikan para pendahulunya tidak mencapai tingkat kejelasan seperti yang
dijelaskan oleh Rumelhart.
Keuntungan
bagi siswa jika menggunakan model ini, yaitu siswa dapat membaca fleksibel,
siswa tidak cemas kehilangan kosa kata, dan siswa dapat belajar secara efektif.
Fleksibilitas membaca dapat dilihat pada kemampuan mengatur kecepatan tempo
membaca sesuai dengan sifat, manfaat, tujuan kebutuhan, dan relevansi bacaan
yang dibaca.
Latihan
membaca akan dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemahiran membaca dan
siswa dapat menemukan sendiri strategi yang paling cocok untuk dirinya dalam
membaca.
MMTB sukar dilukiskan dalam diagram dua
dimensi. Dalam gambar yang berikut ini penyimpan informasi visual (PIV)
mencatat informasi grafis.PIV itu disentuh oleh alat penyadap ciri
(APC).Ciri-ciri yang disadap itu digunakan sebagai masukan untuk pemadu pola
(PP).
PP merupakan komponen yang utama dalam model
ini.Ke dalamnya bisa masuk informasi sensoris, informasi tentang
kemungkinan-kemungkinan sintaksis, semantik, leksikal, dan struktur ortografis
tentang berbagai untaian huruf.PP membuat keputusan berdasarkan
informasi-informasi yang masuk ke dalamnya itu.
Model yang dilukiskan dalam diagram di atas,
menunjukkan adanya pengaruh berbgai tahapan (grafik, semantic, dan sebagainya)
terhadap kegiatan membaca dalam bentuk interaktif. Yang tidak dijelaskan dalam
proses tersebut ialah bagaimana komponen-komponen itu berinteraksi. Hal inilah
yang kemudian menjadi bahan pemikiran ahli lain, seperti Goodman dan
Ruddel.Yang tidak ada di dalam model itu ialah gambaran tentang kerja pemandu
polanya sendiri.
Pengembangan
gambaran proses membaca yang dibuat oleh Rumelhart merupakan sumbangan utama
terhadap model-model membaca. Rumelhart menampilkan suatu model membaca yang
menunjukkan komponen-komponen sensori, semantik, sintaksis, dan pragmatik yang
diperoleh dalam bentuk interaktif untuk memperoleh pemahaman tentang bahasa
tulis. Berbagai jenis informasi masuk ke dalam pusat berita; berbagai hipotesis
dirumuskan, kemudian disetujui, ditentukan, dikukuhkan atau ditolak oleh sumber
informasi yang layak.Hipotesis baru digeneralisasikan hingga pada akhirnya
tercapailai hipotesis yang paling layak.Interaksi antara hipotesis dan sumber
informasi dapat ditandai secara matematis dalam model probabilitas.Dengan
demikian, membaca itu dipandang sebagai formulasi hopotesis, pengujian
probabilitas dengan menggunakan serangkaian sumber informasi, dan akhirnya
dibuatlah keputusan tentang hipotesis yang terbaik yang diterima sebagai makna.
Rumelhat
telah melengkapi kita dengan pengetahuan tentang sebuah model yang cukup
canggih. Dengan menggunakan model tersebut kita dapat mengatasi masalah yang
berkenaan dengan proses kebahasaan seperti yang tampak pada perilaku pola
membaca. Model ini mempunyai ciri yang esensial yang menjelaskan betapa proses
kebahasaan peringkat yang lebih tinggi (semantik dan makna) mempermudah proses
kebahasaan peringkat rendah (huruf, kata), dan betapa penguasaan atas peringkat
yang lebih tinggi itu mempermudah penguasaan atas peringkat yang lebih rendah.
Model
membaca yang dikemukakan oleh Rumelhart itu mengingatkan pembaca agar informasi
yang dimilikinya (meskipun jumlahnya sangat terbatas) dapat dimanfaatkan pada
saat melakukan kegiatan membaca.Dilihat dari bidang pengajaran, hal tersebut
menunjukkan adanya kemungkinan besar bagi guru untuk menolong para siswanya
menjadi pembaca yang fleksibel, ialah pembaca yang mampu mengatur kecepatan
tempo bacanya sesuai dengan sifat, manfaat, tujuan, kebutuhan dan relevansi
dari materi bacaan tersebut.Pembaca harus dialihkan perhatiannya dari struktur
lahir bahasa (kata, huruf, kalimat, dan sebagainya) ke struktur batin, ke
bagian yang menghendaki prakiraan.
Salah
satu cara untuk meningkatkan kemampuan memprakirakan dan menemukan makna bacaan
itu ialah strategi pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan bahasa
yang dimilikinya serta informasi pragmatik yang telah dimilikinya dalam proses
menyimak dan berbicara. Guru dituntut untuk mengembangkan strategi yang
mendorong siswa supaya bersikap aktif-kognitif agar dapat menjadi pembaca yang
mahir.
Yang
dapat kita lakukan sebagai guru adalah menciptakan lingkungan yang kondusif,
yang mendorong menumbuhkan minat baca yang positif.Perlu diutamakan keyakinan
bahwa dalam hal ini bukanlah kehadiran guru dalam lingkungan itu yang pertama
dan utama, melainkan kehadiran siswa itu sendiri. Kemampuan membaca akan
meningkat hanya dengan jalan melakukan kegiatan membaca itu sendiri. Melakukan
aktifitas baca sama dengan berlatih membaca. Latihan tersebut akan mendorong
mereka meningkatkan kemampuan membaca serta menemukan sendiri strategi yang
paling tepat untuk dirinya dalam menghadapi bacaan.
Dalam
praktek pengajaran membaca, hal tersebut menunjukkan kita pada berbagai konsep
dan pandangan tentang berbagai metode pengajaran membaca.Kiranya kita perlu
meninggalkan berbagai asumsi yang pernah menguasai metode pengajaran pada
masa-masa silam. Sebagai contoh, guru tidak perlu lagi terlalu memikirkan
adanya kebolongan kosakata yang mungkin belum diketahui siswa. Dengan
keterbatasan-keterbatasan tersebut, kemudian guru berpikir bahwa pengajaran
membaca tidak mungkin dilakukan.Para guru lebih baik meyakinkan para siswanya
bahwa bagaimanapun para siswa tidak perlu berkecil hati dan frustasi dengan
bacaan yang sarat dengan kosakata sukar yang tidak dapat dipahaminya.Yang
terpenting bagi mereka adalah bagaimana mereka dapat memanfaatkan informasi
nonvisual. Informasi ini akan membantu siswa untuk merekontruksi makna dari
lambang-lambang yang berupa cetakan. Perubahan sikap seperti itu akan membuat
mereka percaya diri dan bergantung pada kemampuan sendiri. Hambatan kosakata
yang dialaminya akan diatasi sendiri dengan jalan memproses masukan linguistik
dan memadukannya dengan aspek kognitif yang dimilikinya. Dengan demikian, para
siswa tidak lagi akan bergantung kepada guru atau pun sumber-sumber lainnya
yang datang dari luar pada waktu mereka menghadapi masalah-masalah dalam
membaca.
Model
yang dianjurkan oleh Rumelhart itu mendukung salah satu keyakinan yang secara
intuitif telah diterima oleh banyak orang, ialah bahwa pembaca akan lebih
merasa terlayani jika kita membekali mereka dengan kesiapan untuk membaca
materi yang disajikan kepada mereka. Banyak hal yang bisa dilakukan guru dalam
upaya membekali pengetahuan siap mereka. Prosedur-prosedur tersebut dapat
berupa kegiatan-kegiatan berikut: diskusi, pertunjukan film, karyawisata,
bercerita, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini bermanfaat bagi para siswa
dalam upaya membantu mereka untuk menggunakan latar belakang informasi
(pengetahuan) yang dimilikinya. Pengetahuan siap ini akan mempermudah proses
memahami bacaan dengan lebih layak dan lebih baik.
Cara
lama yang masih banyak digunakan para guru ialah pemberian tugas
membaca.Pemberian tugas ini kadang-kadang merupakan tugas prasyarat untuk tugas
berikutnya berupa diskusi. Tampaknya, meskipun metode pemberian tugas ini tidak
terlalu jelek dan merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk
membangkitkan motivasi siswa, namun cara ini tampaknya sudah “ketinggalan
zaman”. Bagaimanapun hal-hal yang dibawa pembaca tersebut dari proses yang
dijalaninya itu. Oleh karena itu, guru boleh berkeyakinan bahwa proses membaca
akan berlangsug lebih baik jika prosedur penugasan itu dibalikkan, diskusi
dulu, baru kemudian membaca.
Dalam
bidang metode pengajaran, model Rumelhart itu dipandang sebagai model yang
sudah membaur dengan berbagai strategi pengajaran yang telah menunjukkan
keberhasilannya.SQ3R misalnya, memberikan dorongan kepada siswa untuk
menyurvai, bertanya dan bertanya, membuat prakiraan, dan membaca untuk menguji
hipotesis.Model membaca yang baik harus dapat menjelaskan teori berbagai
pendekatan yang baik untuk membaca dan belajar.Model yang baik harus pula
memberikan penjelasan terhadap langkah-langkah pengajaran yang baru.
Model
Rumelhart berguna sekali untuk pengajaran membaca pada peringkat sekolah
menengah, baik sekolah mengengah pertama maupun peringkat di atasnya. Model ini
sangat baik untuk mengakrabkan dan mendorong mereka dalam pengujian cara dan
strategi membaca yang biasa mereka lakukan sendiri.
Setelah
anda mempelajari dengan seksama konsep-konsep MMTB yang diprakarsai Rumelhart,
bagaimana pendapat dan komentar anda terhadap prinsip-prinsip yang ada di
dalamnya? Ya, mungkin anda tergolong orang yang berpendapat bahwa model
Rumelhart itu tidak menarik karena di dalamnya sesungguhnya tidak ada hal-hal
yang baru bagi anda. Sebagai guru, anda mungkin sudah terbiasa dengan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka yang biasa timbul dalam pikiran
anda selagi membaca. Bukankah pertanyaan-pertanyaan yang muncul selagi kita
membaca merupakan cerminan dari proses interaktif dari kerja mata dan kerja
kognisi pada saat kita merespon bacaan. Sebagai guru anda pun sudah terbiasa
dengan pemberian rangsangan-rangsangan kepada para siswa anda agar mereka
membuat prakiraan-prakiraan, hipotesis, antisipasi, klasifikasi, yang
memungkinkan mereka untuk berfikir secara divergen.Mungkin, kita telah
melakukan sesuatu yang tidak kita ketahui landas pijaknya. Dengan pengetahuan
ini, mudah-mudahan apa yang telah kita lakukan tersebut dapat kita yakini
sebagai sebuah kebenaran dan sesuatu yang dapat memberikan manfaat yang lebih
baik.
Dalam
model Rumelhart, mungkin anda tidak melihat adanya pembicaraan tentang
aplikasi. Memang, Rumelhart boleh dikatakan tidak menyinggung masalah aplikasi
itu.Dia tidak pula menyinggung masalah pramembaca, yakni suatu kondisi sebelum
seseorang sampai pada halaman-halaman bercetak. Dia memulai konsepnya dari
halaman bercetak, dan dari situ kemudian bergerak ke depan dengan konsep-konsep
interaksi.
MMTB
sangat berbeda dengan MMBA seperti yang dikemukakan oleh Gough, La Berge dan
Samuel (1974). MMBA bersifat linear dan berjenjang, dimulai dari pemrosesan
unit linguistik yang paling kecil, yakni huruf-huruf, kemudian bergerak menuju
pemrosesan kelompok huruf, kata-kata, kelompok kata, kalimat, hingga akhirnya
sampai ke makna. Sebaliknya MMTB membenarkan proses yang dimulai dari peringkat
yang lebih tinggi MMTB mulai dengan semantik atau makna kata. Pada peringkat
yang lebih tinggi itu ada bank data yang bekerja secara simultan.Kita memiliki
sintaksis, semantik, ortografi, dan leksikon yang bekerja secara serentak,
tidak bekerja secara berurutan seperti halnya dalam MMBA.
Kemampuan
membaca dapat dikembangkan secara baik melalui pengayaan pengalaman
membaca.Siswa perlu sekali membaca materi sebanyak-banyaknya sehingga mereka
dapat memahami kata dalam konteks yang berbeda-beda.Guru dapat membantu
muridnya mempertinggi dan meningkatkan keterampilannya dalam membaca dengan
jalan membimbing mereka untuk terus membaca sebanyak-banyaknya. Yang perlu
diperhatikan benar dalam hal ini ialah sikap murid. Guru yang terlalu sering
memberi tugas yang berada di luar jangkauan kemampuan muridnya akan membuat
siswa terbunuh minat dan motivasinya. Salah satu upaya untuk membangkitkan
minat baca siswa ialah dengan jalan menyediakan bahan bacaan yang kira-kira
dapat menarik perhatian mereka.
MMTB merupakan cara kerja pembaca yang berlangsung secara simultan.
Membaca tidak lagi merupakan proses yang linier dan berurut-berlanjut,
melainkan proses timbal balik yang bersifat simultan. Pembaca menggunanakan
MMBA dan MMAB secara bergantian. Suatu saat MMBA yang berperan dan suatu saat
MMAB yang berperan. Penganut paham MMTB percaya bahwa pemahaman itu bergantung
pada informasi grafis (informasi visual) dan informasi nonvisual (informasi
yang sudah dimiliki oleh pembaca). Disamping itu, proses MMTB dimulai dari
peringkat yang lebih tinggi, yaitu mulai dengan semantik atau makna. Pada
peringkat ini bank data bekerja secara simultan. Pengetahuan yang telah dimiliki pembaca yang meliputi
sintaksis, semantik, ortografis, dan leksikon bekerja secara serempak untuk
memahami (mentransfer) informasi yang disampaikan penulis.
Sumber:
Haryadi. 2006. Retorika
Membaca. Rumah Indonesia : Semarang
Haryadi. 2012. Dasar-dasar
Membaca. Semarang
http://tugaskampuss.blogspot.com/2010/02/model-dan-metode-membaca.html
http://ahmadefendy.blogspot.com/2010/01/metode-membaca.html http://arisandi.com/jenis-jenis-membaca/
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2060360-jenis
membaca/#ixzz2DbeJmSv3
2 komentar:
pemilik blog setitik polkadot, blognya bagus, isinya beragam dan sudah mencantumkan dafar pustakanya juga, bagus. lebih bagus lagi jika blognya tidak hanya sekadar putih polos, mungkin bisa ditambahkan warna yang bisa lebih menghidupkan blog anda. semangat!!!
Terima kasih sudah mampir di blog saya. Terima kasih atas kesan, kritik dan juga sarannya. Semoga saya bisa lebih baik lagi dalam mengelola blog. Terima kasih sekali lagi, selamat berjelajah di Indonesia Berbahasa :)
Posting Komentar