Novel Larung |
Analisis Novel “ Larung “ karya Ayu
Utami
Sinopsis Novel larung
Larung,
Larung Lanang namanya. Ia adalah seorang pemuda yang memiliki tubuh yang begitu
ramping. Ia memiliki seorang nenek yang sudah begitu tua namun sangat kuat.
Simbah Adnjani namanya. Simbah Adnjani mengaku
bahwa dirinya berasal dari kasta Ksatria Gianyar yang kawin lari dengan seorang
pedagang Belanda dan kabur ke pulau Jawa untuk
menghindari kemarahan keluarganya. Namun suaminya tertangkap oleh Jepang
sehingga akhirnya Simbah Adnjani pun menikah dengan seorang gerilya Republik
dan melahirkan ayah dari Larung. Larung yang sering merawat simbah Adnjani setiap
hari, mulai dari mendudukan tubuh ringan simbah pada kursi roda, memandikan
sampai menemaninya untuk berjemur. Ia menginginkan penyakit yang diderita
simbah semakin parah kemudian setelah itu meninggal. Meninggalkan ibu Larung
dan juga Larung. Namun pada kenyataannya Simbah Adnjani tidak kunjung meninggal
walaupun keadaan tubuhnya semakin parah. Larung pun berniat untuk membunuh
neneknya.
Pada
tahun 1985, Larung tiba di kota Tulungagung untuk menemui Ibu Suprihatin yang
dulunya adalah sahabat dari simbah Adnjani. Ibu Suprihatin adalah seorang dukun
di kota tersebut, maka dari itu Larung meminta tolong kepadanya untuk membantu
membunuh Simbah Adnjani. Sebelumnya Larung telah berpetualang mencari seseorang yang bisa membantu dirinya untuk
membunuh neneknya hingga akhirnya ia menemukan alamat Ibu Suprihatin. Setelah
ia menemui seseorang yang ia cari, Larung pun diajak ke sebuah gua yang begitu
mengerikan. Selain bersama Ibu Suprihatin yang buta, Larung juga ditemani
Muluk, pembantunya Ibu Suprihatin. Sesampainya di gua yang begitu gelap, Ibu
Suprihatin melakukan ritual demi memperoleh beberapa buah cupu. Selang beberapa
saat dengan suasana yang mengerikan, akhirnya Larung pun memperoleh enam buah
cupu yang bisa digunakan untuk membunuh neneknya.
Sang
ibu telah menyambut di ruang tamu ketiak Larung pulang dengan membawa enam buah
cupu, alat untuk membunuh neneknya. Larung segera menuju ke kamar simbah lalu
berusaha untuk meletakkan cupu-cupu itu daerah dada dan juga perut, membentuk
garis lurus. Namun usaha itu pun selalu gagal dengan adanya berbagai halangan
seperti bangunnya si simbah, jatuh dan hilangnya cupu dan sebagainya. Selang
beberapa hari ia berusaha membunuh neneknya kembali. Ketika ia ingin meletakkan cupu yang ke enam
di daerah tumbuh simbah, simbah terbangun dan kemudian menceritakan masa lalu
Larung. Sebenarnya Larung bukanlah cucu asli simbah Adnjani. Larung adalah anak
yang dipungut dari orang tua yang punya keturunan gila. Simbah Adnjani juga
menceritakan keluarganya bersama Larung, pertumbuhan Larung karena perawatan
simbah, dan kebaikan-kebaikan simbah lainnya. Setelah gagal dengan
cupu-cupunya, Larung pun berusaha mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam tubuh
simbah, katanya barang-barang itu yang membuat simbah bertahan hidup lebih
lama. Segera ia ambil peralatan seperti pisau di dapur, lalu kemudian ia
membelah tubuh simbah dengan berbagai cara atau tahapan. Namun Larung tak
menemukan barang aneh yang ada di tubuh simbah, namun sayang nyawa simbah sudah
tak ada karena perlakuan Larung.
1996,
Cok dan Yasmin berencana ingin ke New York. Cok ingin menemani dan membantu
Laila untuk bertemu dengan Sihar dan juga ingin melihat pementasan Shakuntala.
Sementara itu Yasmin berencana untuk ikut dengan Cok, namun ia memiliki alasan
lain pergi ke kota New York, selingkuh dengan Saman. Cok, Yasmin, Tala dan juga
Laila adalah sekelompok sahabat. Selama persiapan ke kota New York, Cok dan
Yasmin terlibat obrolan yang asik, tentang persahabat mereka. Tentang
perkenalan Yasmin dengan Larung oleh Cok.
New
York, 1 Juni 1996. Laila menanti kedatangan Sihar. Ia ingin sekali menemui
Sihar. Laila menanti di apartmen Shakuntala, menanti telepon dari Sihar. Selang
beberapa waktu, Tala datang bersama dengan Yasmin dan juga Cok yang baru saja
tiba dari Indonesia. Mereka berempat pun berkumpul dan saling bercanda hingga
akhirnya Laila pun menceritakan apa yang dirasakannya. Kemudian para sahabatnya
pun membuat rencana agar Laila bisa bertemu dengan Sihar.
New
York, 6 Juni 1996. Yasmin telah menghubungi Saman. Pertemuan Laila dengan Sihar
pun akan segera dilaksanakan. Segala sesuatunya telah dipersiapkan oleh Laila
untuk menemui Sihar. Namun apa daya, pertemuan itu begitu dingin dan
menyakitkan karena Sihar menggandeng seorang wanita cantik yang merupakan istri
dari Sihar. Dalam pertemuan tu sikap Sihar begitu dingin dan menyakiti hati
Laila. Sampai akhirnya Laila terselamatkan dengan datangnya Saman, seseorang
yang pernah ia cintai beberapa tahun lalu. Selang beberapa hari Laila
mendapatkan sesuatu dari Shakuntala. Sesuatu yang diberikan kepada Laila.
Sesuatu yang membuat Laila begitu nyaman.
Dalam
suatu perkumpulan, sahabat Laila meninginkan agar Laila melupakan Sihar
sejenak. Hal ini mungkin bia membuat Laila bisa nyaman. Suatu ketika saat Laila
pergi, timbul perdebatan antar Yasmin, Cok dan juga Tala. Mereka memperdebatkan
mengenai Laila. Apakah Sihar mencintai Laila? Apakah Sihar harus mencintai
Laila? Apakah Laila bodoh? Haruskah kebahagiaan mempunyai alasan yang jelas?
Setelah Yasmin dan juga Cok pergi, entah apa yang Laila dan Tala lakukan.
Mereka menari bersama, Tala berusaha menghibur Laila. Mereka bercinta?
New
York, 25 Juli 1996. Saman sedang disibukkan dengan email-email yang datang
kepadanya, email dari Yasmin, email dari Larung. Email-email yang mengisahkan
tentang keadaan di Indonesia pada saat itu yang mungkin telah berbeda ketika
Saman masih berada di Indonesia. Ia
begitu kaget dengan keadaan yang ada di Indonesia. Ia merasa mengeluh,
merasa tertinggal, tapi juga mengeluh karena suasana di Indonesia yang semakin
represif. Ia pun mulai memeriksa surat-surat. Suatu malam ia bermimpi aneh,
bermimpi tentang kejadian yang kurang mengenakan pada Yasmin. Yasmin berada di mulut
Komodo, sepasang tungkai Yasmin tersisa, lemas, sedikit kotor oleh darah, menyembul
dari moncong seekor komodo besar. Dan Saman pun akhirnya mengerti bahwa monster
yang memakan kekasihnya itu adalah Larung@komodo. Ternyata Larung itu Komodo.
New
York, 5 Agustus 1996. Hari kesepuluh sejak penyerbuan, juga sejak mimpi itu.
Saman mendapatkan surat dari Yasmin. Yasmin berkata bahwa dirinya dan yang
lainnya menyembunyikan tiga aktivis yang sedang diburu militer. Mereka dituduh
mendalangi kerusuhan 27 Juli, bersama PRD. Mereka dijerat pasal Subversi.
Padahal mereka adalah anggota Solidarlit (Solidaritas pada Wong Alit). Mereka
memperjuangkan buruh dan pembantu rumah tangga. Mereka adalah Wayan Togog,
Bilung dan juga Koba. Yasmin simpati dengan hal itu, makanya ia bersama dengan
yang lainnya memutuskan untuk melarikan merek ke luar Indonesia secepatnya.
Yasmin dan yang lainnya sudah merancang perjalanan dan membutuhkan satu orang
yang sudah berada di luar negeri, yaitu Saman yang barangkali bersedia.
Perjalanan di dalam negeri akan dikerjakan oleh Larung.
Selat
Phillip, 12 Agustus 1996. Saman dan Anson sedang menjalankan misi itu. Misi
untuk melarikan anggota Solidarlit ke luar ndonesia. Perjalanan mengarungi
dareah perairan dengan disertai perbuatan pencurian yang dilakukan oleh Anson.
Hingga akhirnya mereka sampai di Pulau Mapur, Indonesia pada pukul 5:10. Saman
begitu senang ketika ia sampai di tanah Indonesia setelah sekitar dua tahun ia
meninggalkan tanag negaranya itu. Namun di tanah itu ia tidak akan pulang, ia
tidak akan menemui Yasmin namun ia akan melarikan Wayan Togog, Bilung dan juga
Koba dari Indonesia.
Kijang,
12 Agustus 1996. Larung, Wayan Togog, Bilng dan juga Koba sudah berada di
sebuah kapal di pelabuhan Pelni dan akan menuju ke pulau Bintan. Dalam
perjalanan tersebut, suasana tidak mengenakkan terjadi pada Wayan Togog. Ia
selalu diserang dengan perkataan yang santai oleh Larung Ketika ia membantah
atau tidak satu argumen dengan Larung. Ia tidak yakin bahwa ia dan dua temannya
akan diselamatkan oleh Larung. Wayan Togog menganggap bahwa Larung adalah
seorang intel. Sampai-sampai Ia mengecek tas atau barang-barang yang dibawa
oleh Laarung selama perjalanan tersebut. Pulau Bintan pun tiba dan mereka
memutuskan untuk menginap palin laa tiga malam. Wayan Togog masih penasaran
dengan Larung dan menceritakan hal itu kepada Bilung dan juga Koba. Sampai
akhirnya Koba pun hendak tidur satu kamar dengan Larung demi menyelidiki
Larung. Di kamar, Koba menanyakan barang-barang yang dibawa oleh Larung yang
akhirnya dijawab. Koba pun menyadari , Larung tak pernah mengajukan ide apapun.
Ia hanya menyerang. Ia menyerang semua. Sapakah dia sesungguhnya?
Koba
beranggapan bahwa Larung bukanlah intel dan menceritakan semua kejadiannya
bersama Larung kepada teman-temannya. Dan kini giliran Bilung yang mencoba
mencari tahu tentang Larung. Ia membuntuti pada saat Larung mencoba menjual
barang-barangnya, ia menyamar menjadi pedagang. Setelah mereka bertiga
berkumpul lagi, Wayan Togog berniat untuk membunuh Larung, karena baginya dia
akan membahayakan pelariannya bersama teman-temannya. Namun yang lainnya masih
penasaran, siapakah Larung?
Saman
pun akhirnya sampai di Kijang, dan kemudian bertemu dengan Larung. Setelah itu
mereka bercakap-cakap sambil menikmati kopi di suatu Warung yang tidak jauh dari Wisma Saleh tempat
anggota Solidarlit itu berada. Pada saat itu juga terdapat dua orang yang
bertubuh tegap turun di Wisma Saleh dan kemungkinan akan menangkap ketiga
anggota Solidarlit. Kejadian itu diketahui oleh Larung dan juga Saman. Akhirnya
mereka pun berpisah. Larung berusaha melarikan Wayan Togog, Bilung dan juga
Koba sedangkan Saman berusaha menemui orang yang bertubuh tegap agar proses
penangkapan berlangsung lama.
Akhirnya
Larung dan ketiga anggota Solidarlit itu berhasil meloloskan diri dan segera
menemui Saman dan juga Anson, Setelah semuanya berkumpul mereka hendak pergi
dengna menggunakan pongpong. Namun ketika di tengah-tengah perjalanan ada
sebuah kapal yang menangkap mereka, mereka dikumpulkan dengan tahanan yang
lain. Mata mereka kemudian ditutup dan ada juga yang disiksa. Kemudian setelah
itu datang sekelompok orang yang membuat mereka berenam berpisah. Wayan Togog,
Koba dan juga Bilung dilarikan dalam satu perahu sedangkan Larung, Saman dan
juga Anson dalam perahu yang lain. Di perahu kecil tersebut, suara Larung
berhenti bersama suara letupan yang redam. Saman mendengar tubuh itu jatuh di
dekat sisinya. Kemudian Saman mendengar kedap letupan sekali lagi. Ia ingin
pamit pada Yasmin, setelah itu ia diam, diam yang tak lagi menunda.
Unsur Intrinsik
Alur
1.
Alur : Maju
Di
kisah ini menurut saya alur yang digunakan adalah alaur maju. Karena jelas di
setiap bab atau awal seri selalu tertulis tanggal atau tahun. Dan
tanggal-tangga itu selalu menunjukan peningkatan. Sehingga jelas bahwa alur di
novel ini menggunakan alur maju. Memang ada kisah-kisah yang berbalik ke
tahun-tahun sebelumnya, namun kisah itu sifatnya hanya pembayangan,
pengisahan-pengisahan pada masa lalu dan tidak runtut atau tidak menimbulkan
alur yang baru.
Terdapat
dalam kutipan :
Kisah
ini diawali dengan Larung yang hendak membunuh neneknya yang ternyata bukan
nenek kandung Larung, simbah Adnjani namanya. Kisah ini terjadi pada tahun 1985
ketika Larung masih luayan muda. Lalu kisah ini dilanjutkan dengan rencana Cok
dan Yasmin yang hendak menemani Laila untuk bertemu dengan Sihar dan juga
hendak menonton pertunjukan Shakuntala, sahabatnya pada tahun 1996. Lalu kisah
ini berlanjut pada tanggal 1 Juni 1996, empat sahabat yang dipertemukan di New
York. Cok, Yasmin, Laila dan juga Shakuntala. Kemudian lima hari selanjutnya
pada tanggal 6 Juni 1996 yang menceritakan kisah Laila pada saat ia menemui
Sihar seseorang yang dicintainya bersama para sahabatnya, juga dengan Saman,
seseorang yang juga pernah Laila sayangi. Namun di pertemuan itu timbul rasa
sedih pada diri Laila, karena perilaku Sihar yang kurang mengenakan bagi Laila.
Hal itu pun yang menimbulkan pertanyaan atau juga perdebatan antara sahabat-sahabat
Laila. Kemudian alur ini dilanjutkan oleh kisah Saman yang diserbu oleh banyak
email dari Indonesia. Email dari Yasmin kekasihnya, juga email dari Larung atau
juga yang lainnya. Email-email itu berisi tentang keadaan Indonesia yang penuh
dengan kekacauan. Saman juga bermimpi tentang Yasmin yang berada di pihak
Larung. Kejadian-kejadian yang ada pada diri Saman itu terjadi pada tanggal 25
Juli 1996. Sampai akhirnya Saman menerima surat dari Yasmin yang berisi permohonan Yasmin untuk melarikan anggota Solidarlit
keluar Indonesia pada tanggal 5 Agustus 1996. Kemudian kisah dilanjutkan di
Selat Phillip pada tanggal 12 agustus 1996, Saman dan Anson yang hendak
melarikan tiga aktivis yaitu Wayan Togog, Bilung dan juga Koba dengan bantuan
Larung. Hingga akhirnya misi itu berhasil dilakukan dan hanya sampai di titik
laut. Di akhir kisah ini Mereka berenam, Larung, Saman, Anson, Wayan Togog,
Koba juga Bilung tertangkap di laut lepas.
Saman ingin pamit pada Yasmin. Setelah itu diam, diam yang tak lagi
menunda.
Tahapan Alur
Menurut
saya di nvel ini terdapat beberapa kisah yang dikemass menjadi satu, seperti
kisah pembunuhan simbah Adnjani, kisah cinta Laila dan misi pelarian aktivsi
mahasiswa. Jadi di sini saya tidak hanya menuliskan satu tahapan alur.
1. Perkenalan
a.
Tentang simbah Adnjani dan juga perjalanan Larung dalam mencari alamat ibu
Suprihatin.
Terdapat
dalam kutipan :
1. “
Inilah nenekku: ia sudah begitu tua. Seperti sudah bukan manusia bukan
perempuan bukan laki-laki, seperti bekas manusia,...” ( Larung: 8 )
2. “
Keretaku berhenti di Stasiun Tulungagung. Aku datang untuk membunuh nenekku...”
(Larung: 3 )
b.
Rencana Cok dan Yasmin pergi ke New York dan berkumpulnya empat sahabat.
Terdapat dalam kutipan :
1. “
Emang kamu pikir apa yang bikin kita berencana ke New York nengok si
Shakuntala?...” (Larung: 87 )
2. “ Tiga menit kemudian kami sudah bersama di
ruang duduk, membuka koper-koper Yasmin dan juga Cok,....” ( Larung: 113 )
c.
Saman mendapatkan banyak email, baik itu dari Yasmin atau dari Larung juga yang
lainnya.
Terdapat
dalam kutipan:
1. “
Juga suara feminim komputer yang tipa kali memberitahu,...” (Larung: 190)
2. Konflik
a.
Simbah Adnjani yang sudah begitu tua namun tidak mati-mati juga, Larung
menginginkan simbahnya cepat mati.
Terdapat
dalam kutipan:
1. “
Nak, simbahmu tak bisa mati sebelum susuk dan
gotri itu keluar dari badannya,...” (Larung: 17)
2. “
Apakah aku juga yang harus membunuh simbah , ibu? ” & “ Ibu aku ingin
membunuh simbah dan aku bisa ” ( Larung: 18 )
b.
Laila ingin bertemu dengan Sihar dan itu begitu susah.
Terdapat
dalam kutipan:
1. “
Seharusnya kita bisa bersama betapapun sementara. Tetapi kau disini juga
dibuntuti istrimu “ ( Larung: 110)
c.
Wayan togog yang tidak percaya dengan kebaikan Larung.
1. “
Ia curiga pada Larung, karena itu ia ingin membongkar bagasi pria itu,...”
(
Larung: 242 )
3. Komplikasi
a.
Ketika Larung hendak membunuh simbahnya namun selalu gagal dan ia tahu bahwa
dirinya bukanlah cucu kandung dari simbah Adnjani.
Terdapat
dalam kutipan:
1. “...
dengan sesal dan sesak, namun lebih baik gagal...” (Larung: 67)
2. “
Kau bukan cucuku Larung. Kau adalah anak yang dipungut dari orang tua yang
punya keturunan gila” ( Larung: 68)
b.
Ketika Laila bertemu dengan Sihar, dan Sihar menggandeng istrinya. Sikap Sihar
juga dingin kepada Laila.
Terdapat
dalam kutipan:
1. “
Tapi kamu datang bersama seorang perempuan “ ( Larung: 138)
2. “
Tak ada nada kikuk pada wicara Sihar. begitu dinginkah kamu? “ (Larung: 140)
c.
ketiga aktivis mahasiwa yang hendak keluar dari Indonesia dengan bantuan
Larung, Saman dan juga Anson terlibat menjadi buronan. Mereka terlibat dalam
pelarian.
1. “
Bangsat. Kita ketahuan.” & “anak-anak itu ada di dalam,...” ( Larung: 275
& 276 )
2. “
Dua intel polisi itu tidak membawa senjata. Mereka tidak menembak ketika dua
buron melarikan motor mereka” ( Larung: 282 )
4. Klimaks
a.
Larung hendak mencari gotri maupun susuk pada tubuh simbahnya, ketika itu ia
mencabik-cabik tubuh simbahnya, seketika itu ia membunuh.
Terdapat dalam kutipan:
1. “
Setelah satu per satu potongan kulit kuangkat, wajah maupun anggota badan,..”
& “Selamat tinggal Simbah,...” ( Larung: 84)
b.
Keenam rombongan itu, Larung, Saman, Anson, dan tiga anggota Solidarlit
tertangkap di laut lepas.
Terdapat
dalam kutipan:
1. “
... dari mulut Larung sesaat menjelang tangan mereka diborgol bergabung dengan
yang lain,...” ( Larung: 285)
5.
Resolusi
a.
Larung membereskan barang-barang yang baru saja berada di kamar setelah ia
membunuh simbahnya.
Terdapat
dalam kutipan:
1. “Aku
begitu lelah ketika telah selesai kubereskan semuanya. Sprei telah kumasukkan
ke dalam mesin cuci dan air limbahnya begitu merah dan anyir” ( Larung: 84 )
b. Laila merasa nyaman berada di dekat
Shakuntala.
Terdapat
dalam kutipan:
1. “
Tapi dari matamu aku tahu kamu ingin membenamkan wajahmu di tubuhku yang
telentang. Dengan mataku kukatakan lakukanlah,...” ( Larung: 172 )
2. “
Kupeluk kamu, aku mengelus di punggung dan mencium di kening. Dan aku tidak
pergi,...” ( Larung: 173 )
c.
Hidup Saman berakhir di laut lepas bersama dengan Larung dan juga Anson.
Terdapat
dalam kutipan:
1. “
Tapi ia mendengar kedap letupan sekali lagi. Dalam sepertiga detik itu yang ia
inginkan hanyalah pamit pada Yasmin. Setelah itu ia diam. Diam yang tak lagi
menunda “ ( Larung: 295 )
Tokoh atau penokohan
1.
Larung
1. Teledor:
Buku alamat larung ketinggalan pada saat ia berada di stasiun Tulungagung.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Aku mengutuki
keteledoranku. Tapi itu bukan sekadar alamat” ( Larung: 4 )
2. Perhatian:
Larung yang merawat neneknya setiap hari.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Aku yang
merawatnya. Inilah yang kukerjakan saban pagi. Mendudukan tubuh ringannya, ...”
( Larung: 8)
3. Nekat:
Larung nekat hendak membunuh simbahnya.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Ibu aku ingin
membunuh Simbah dan aku bisa ”
( Larung: 18 )
4. Pengecut:
Larung hendak membunuh simbahnya secara diam-diam.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Sebab kau mau
membunuhnya diam-diam. Pengecut” (Larung: 58 )
5. Tega:
Larung begitu tega mencari sesuatu di dalam tubuh simbahnya dengan
mencabik-cabik. Ia membunuh Simbahnya.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Letakkan
sebuah balok menyangga leher. Tetapi tak ada kayu,...” ( Larung: 83 )
2.
Simbah Adnjani
1. Keji:
Keji dalam hal perkataan , terkadang kata-katanya melukai.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Lalu aku
melihat, kata-kata kotor muntah dari perutnya, dan hatinya yang telah mati,...”
( Larung: 13 )
2. Kuat,
cerewet, pemberani: Ia masih melahirkan pada usia lima puluh tahun.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Ia adalah
wanita yang kuat, cerewet dan pongah. Ia luar biasa berani dan tak pernah merasa
salah” ( Larung: 15 )
3. Baik
hati dan pendidik: Ia yang merawat Larung dari kecil sampai besar dan ia juga
yang sering mengajari berbagai hal kepada Larung.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Masih ingatkah
engkau pada senja ketika aku mengajarimu memakan serangga,...” ( Larung: 69 )
4. Pemberani:
Ia begitu berani mengusir orang-orang yang hendak mengambil keluarganya.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Simbah
mengusir orang-orang yang datang kembali untuk mengambil kami semua” ( Larung:
69 )
3.
Ibu Suprihatin
1. Pemberani:
Ia begitu berani pada saat melakukan ritual di dalam gua yang begitu gelap.
·
Terdapat dalam kutipan: “...ia tidak
terdiam melainkan melafalkan suatu gumam panjang-panjang dalam suara krura,...”
& “ Aku merasakan alam beruba, sebuah rasa yang janggal,...” ( Larung: 49 )
4.
Cok
1. Bringas:
Ia begitu bringas dalam menghadapi laki-laki yang memang ia inginkan.
·
Terdapat dalam kutipan: “...kenapa aku
harus menderita untuk menjaga selaput daraku sementara pacarku mendapat
kenikmatan?... bodo amat, ah, udah tanggung...” ( Larung: 94 )
2.
Bosenan:
Dia sering bosan dengan hanya satu laki-laki saja.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Aku bosenan
kali. Tapi aku nggak mau hipokrit dan berkhianat kayak elu.” ( Larung: 101 )
3. Penolong:
Cok membantu Laila untuk pergi ke New York dalam hal biaya.
·
Terdapat dalam kutipan: “ aku tahu Laila
nggak banyak duit. Karena itu aku mau membantunya. “ ( Larung: 102 )
5.
Yasmin
1. Cerdas,
beragama, berpendidikan moral pancasila: Seperti yang pernah disebutkan oleh
Cok dalam buku diarynya.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Lihatlah
temanku Yasmin Moningka. Wanita sempurna. Cantik, cerdas, kaya, beragama,
berpendidikan moral pancasila,...” ( Larung: 88)
2. Mata
keranjang: Ia selingkuh dengan Saman, padahal ia sudah bersuami.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Bahkan kini,
perselingkuhannya dengan Saman hanya dia akui padaku. “ ( Saman: 89 )
3. Munafik:
Seperti yang pernah disebutkan oleh Cok dalam buku diarynya.
·
Terdapat dalam kutipan: “...itulah. Dia
munafik. Dia selalu tampil kalem dan sopan,...Tapi gue yakin, di dasar hatinya
yang paling dalam dia sama dengan aku. Binal.” ( Larung: 90 )
4. Penolong,
simpati: Ia ingin menolong tiga aktivis mahasiswa yang sedang diburu militer
·
Terdapat dalam kutipan: “ Saya simpati,
sebab tak banyak yang memperhatikan pembantu...” & “ Kami memutuskan untuk melarikan
Wayan Togog, Bilung, dan Koba keluar Indonesia secepatnya.” ( Larung: 207 &
209 )
6.
Laila
1. Ikhlas:
Ia tidak meminta apapun dari Sihar, walaupun ia mencintai Sihar.
·
Terdapat dalam kutipan: “Sihar, kalaupun
saya jatuh cinta, saya tidak meminta apa-apa. “ Tidak bisakah kamu biarkan
perasaan-perasaan kita mengalir?” ( Larung: 111)
2. Pemaaf:
Ia selalu memaafkan Sihar, walaupun ia marah dan terluka.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Sihar,
pernahkah kamu tak kumaafkan? Selalu saya marah dan terluka , tapi selalu saya
sanggup...” ( Larung: 144 )
7.
Shakuntala
1.
Aktif, lincah: Ia selalu aktif dan lincah, apalagi dalam hal menari.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Tiba-tiba ia
mulai bergerak, berputar, berkelit, mengayun dan kembali melipat tangan di
belakang pinggang, seperti seorang penakluk binatang buas” ( Larung: 148 )
2. Perhatian:
Ia begitu perhatian kepada Laila yang pada saat itu sedang dilanda kesedihan.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Kupeluk kamu.
Aku mengelus di punggung dan mencium di kening. Dan aku tidak pergi,...” (
Larung: 173 )
8.
Saman
1. Pemarah:
Ia begitu marah pada Anson saat Anson melakukan tindakan perampokan pada sebuah
kapal.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Mereka telah
kembali diam. Ia telah teramat marah.”
(Larung: 223 )
9.
Anson
1. Cekatan:
Ia cekatan dalam melakukan sesuatu , seperti contohnya pada saat ia merampok.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Dengan cekatan
lelaki itu memutar ke arah kapal besar, merapatkan perahu pada dinding lambung”
( Larung: 220 )
10.
Wayan Togog
1. Emosional:
Ia tidak bisa berselisih dengan hati yang dingin.
·
Terdapat dalam kutipan: “...Wayan Togog
memang tak biasa berselisih dengan hati dingin. Ia selalu terlibat secara
emosional...” ( Larung: 238 )
2. Penuh
Semangat: Ia akan semangat apabila sedang berurusan dengan masalah, juga ketika
sedang berselisih.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Sisi ini
menyebabkan semangatnya tak pernah padam. Garis rautnya yang keras ...” (
Larung: 238 )
3. Mudah
tersinggung: Seperti yang pernah dikatakan temannya, Koba.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Ia tahu betul
Wayan Togog peka jika berhadapan dengan kawan sehingga mudah tersinggung dan
menjauhi.” ( Larung: 245 )
11.
Bilung
1. Tidak
pemikir: Bilung bukanlah orang yang rakus pemikiran.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Ia bukan orang
yang rakus pemikiran, dan tak pernah berlagak filsafati” ( Larung: 256 )
2. Periang:
Ia selalu riang dan penuh canda.
·
Terdapat dalam kutipan: “ ...Bilung
nyengir.” & “Ia selalu riang dan penuh canda, meski orang lain tak selalu
tertawa.” ( Larung: 263 )
12.
Koba
1. Kalem:
Suaranya selalu tenang, hampir seperti bijaksana.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Koba berbeda.
Ia kalem meski suka berdebat. Suaranya selalu tenang,...” ( Larung: 245 )
13.
Ibu Larung
1. Perhatian:
Ia memberikan makan untuk anaknya, Larung.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Rawonnya sudah
panas, nak. Nasinya juga.”
( Larung: 60)
14.
Sihar
1. Bertanggung
Jawab: Ia tidak ingin Laila hamil di luar nikah, maka dari itu ia tidak ingin
meniduri Laila.
·
Terdapat dalam kutipan: “ ... Itu
berarti dia lelaki yang bertanggung jawab,...”
( Larung: 115)
2. Pembual:
Ia bilang kepada istrinya seolah-olah Laila yang tergila-gila kepada Sihar.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Telah kamu
bualkan pada istrimu seolah-olah saya gila padamu sementara kamu memandang
sebelah mata saja” ( Larung: 140 )
Latar Waktu
1.
Stasiun Tulungagung
v Terdapat
dalam kutipan: “Keretaku berhenti di
stasiun Tulungagung. Aku datang untuk membunuh nenekku” ( Larung: 3 )
2.
Desa Lebuh, kecamatan Watu angkara.
v Terdapat
dalam kutipan: “..., maka aku menyewa motor ojek untuk mengantarku. Dukuh Lemah
Tulis, Desa Lebuh, kecamatan Watu Angkara,...” ( Larung: 25 )
3.
Rumah simbah Adnjani juga Ibu Larung.
v Terdapat
dalam kutipan: “ Ibuku menyambut di ruang tamu dan bertanya dengan gelisah
apakah aku bertemu seekor Trenggiling” (
Larung: 54 )
4.
New York
v Terdapat
dalam kutipan: “ Di luar jendela udara jeda, dan turis-turis dengan kaki
letihberhenti sepanjang Time Square”
& “ Mungkin kamu pergi juga ke sudut tenggara Central Park, dekat
Sirkel Columbus...” ( Larung: 109 & 110 )
5.
Selat Phillip
v Terdapat
dalam kutipan: “ Saman hampir-hampir tak mendengar apapun selain bising mesin
dan tamparan ombak” ( Larung: 217 )
6.
Pulau Mapur
v Terdapat
dalam kutipan: “ Ia telentang pada pasir yang memisahkan pantai dari daratan,
laut di sisi kanannya, hutan kelapa di kirinya” ( Larung: 226 )
7.
Kijang
v Terdapat
dalam kutipan: “ Pelabuhan Pelni itu tak pernah terlalu padat. Bola matahari
muncul dari balik pulau-pulau kecil di muka bandar, pulau Buton...” ( Larung:
233 )
Latar Waktu
1.
Pada tahun 1985
v Terdapat
dalam kutipan: “ Tahun 1985. Pukul 5:12. Siapakah yang menentukan jam kematian
seseorang? Selalu ada aroma perjalanan pada rel dan subuh.” (Larung: 1)
2. Pada tahun1996
v Terdapat
dalam kutipan: “ New York, 1 Juni 1996. Di luar tidak ada daun-daun gugur. Di
luar tidak ada hujan lebur, tak ada yang menggenang membentuk rumah-rumah udara
pada permukaan tanah” ( Larung: 109 )
v Terdapat
dalam kutipan: “ Selat Phillip, 12 Agustus 1996. Pukul 00.30. Lampu suar telah
menjauh...” ( Larung: 217 )
Suasana
1.
Mengharukan
v Terdapat
dalam kutipan: “ Aku punya pita suara, tulisnya, namun istriku tidak. Begitu
pula anak-anakku yang empat belas orang”
& “ Karena itu aku melupakan pita suaraku dan membangun sebuah
negeri yang penghuninya tidak berlisan melainkan bertulisan” ( Larung: 33)
2.
Menyeramkan
v Terdapat
dalam kutipan: “ Gemuruh, gemrutuk. Kelelawar berpusar-pusar memasuki
lorong-lorong keluar, menciptakan angin yang sengit...” ( Larung: 50 )
v Terdapat
dalam kutipan: “ Menyebabkan pulau-pulau kecil menjelma bayang-bayang kelabu
besar. Seram dan sayu.” ( Larung: 284 )
3.
Menegangkan
v Terdapat
dalam kutipan: “ Pejam matanya tiba-tiba menjadi teror, gelombangnya
mengguncang lenganku dalam tremor yang tak terkontrol...” ( Larung: 66 )
v Terdapat
dalam kutipan: “ Tapi semua lewat. Ia semakin gelisah. Ia pijit nomor telepon
genggam Usdek, abangnya yang bekerja di perkebunan kayu.” ( larung: 262 )
v Terdapat
dalam kutipan: “ Bunyi radio panggil terdengar di telinga mereka sebagai
jeritan. Alarm yang seketika menakutkan.” ( Larung: 268)
4.
Menyedihkan
v Terdapat
dalam kutipan: “...menghardik begitu keras seperti salak senjata.Seperti tiada
lagi rasa hormat pada orang tua, ia bawa putraku pergi tanpa alas kaki...”
(
Larung: 77 )
v Terdapat
dalam kutipan: “Kulihat mereka menanggalkan seragamnya dan menggantung
anakku...” ( Larung: 78 )
v Terdapat
dalam kutipan: “ Mungkin saya sedang terpukul atas kedatangan istri Sihar...”
& “ ..., dekat lehernya, sekonyong saya ingin menangis...” ( Larung: 142 )
v Terdapat
dalam kutipan: “ Dalam sepertiga detik itu yang ia inginkan hanyalah pamit pada
Yasmin. Setelah itu ia diam. Diam yang tak lagi menunda.” ( Larung: 295 )
5.
Mengerikan
v Terdapat
dalam kutipan: “ Maafkanlah, telah aku acak-acak tubuhmudan parasmu tetapi tak
kutemukan juga benda-benda sihir itu” (Larung: 84 )
6.
Sunyi
v Terdapat
dalam kutipan: “ Sepi mencapai puncaknya. Saman merasa sebagai sebuah noktah di
tengah samudra yang tak berbatas dengan langit.” ( Larung: 218)
7.
Mencekam
v Terdapat
dalam kutipan: “ Suasana mencekam itu datang lagi. Tengkuknya menjadi dingin.
Anson menoleh padanya..." ( Larung: 220 )
Amanat
1.
Selingkuh itu tidak baik, janganlah kamu melakukannya.
2.
Janganlah kamu berjuang atau bersusah payah dengan tujuan yang tidak baik atau
mencelakakan orang lain
3.
Janganlah kamu berburuk sangka sebelum benar-benar terbukti.
Sarana Cerita
1.
Judul : Larung
2.
Sudut pandang :
·
Sudut pandang orang pertama: Karena
pengarang seolah-olah menjadi tokoh di dalam novel tersebut. Ia seolah-olah
menceritakan diri sendiri. Menggunakan kata ganti aku.
§ Terdapat
dalam kutipan: “ Namaku hanya satu: Shakuntala. Tapi sering aku merasa ada dua
dalam diriku. “ ( Larung: 150 )
§ Terdapat
dalam kutipan: “ Aku tak bisa ingat lagi kapan terakhir aku di sini. Kabupaten
pasti telah memerintahkan pengecatan...” ( Larung: 3 )
·
Sudut pandang orang ketiga serba tahu:
Karena pengarang berada di luar cerita dan mengetahui semua peristiwa yang
terjadi dalam cerita tersebut, menggunakan nama orang atau nama ganti orang
ketiga.
§ Terdapat
dalam kutipan: “...dan ia telah merapikan rambut dengan sisa butir-butir
keringat. Mereka telah bersetubuh dengan rasa bersalah...” (Larung: 185)
3.
Gaya bahasa: Pengarang menggunakan bahasa sehari-hari untuk menciptakan karya
novel ini, terkadang uga menggunakan
bahasa yang santai atu kurang baku. Di dalam novel ini juga terdapat sedikit
penggunaan bahasa Jawa.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Dari kaca
jendela terpantul cahaya stasiun kecil itu, terpendar dalam serat-serat gelas
yang melingkar. “ (Larung: 3)
·
Terdapat dalam kutipan: “ Ah, nggak apa,
dong. Gue, semuanya gue ceritain sama elu.” (Larung: 97 )
·
Terdapat dalam kutipan: “ Dalemipun Ibu
Suprihatin?” (Larung: 29 )
4.
Nada :
·
Kritik: Kritikan Wayan Togog terhadap
Larung.
§ Terdapat
dalam kutipan: “ Orang yang akan menyelamatkan kami tapi tak sedikit pun
menaruh hormat pada cita-cita kami? Bedebah ini mengatakan: Sosialisme adalah
sekadar vaksin kapitalisme.” ( Larung: 241 )
·
Sedih: Kesedihan Laila menghadapi
perilaku Sihar.
§ Terdapat
dalam kutipan: “ Selalu saya marah dan terluka, tapi selalu saya sanggup
membayangkan bahwa ini...” ( Larung: 144 )
·
Marah: Kebencian, kemarahan Yasmin
terhadap polisi.
§ “
Aku geram sekali hingga badanku gemetar ketika mendengarkan pengakuannya.
Betapa aku membenci para polisi yang sewenang-wenang, dunia yang patriarkal
ini.” ( Larung: 182 )
·
Romantis: Keromantisan antara Laila dan
Tala.
§ Terdapat
dalam kutipan: “ Lalu musik berhenti. Telah satu jam. Telah satu jam kami
berdansa. Kami saling melepas pelukan.” ( Larung: 149 )
5.
Tema:
·
Percintaan: Kisah percintaan antara
Yasmin dan Saman, Laila dan Sihar dan sebagainya.
§ Terdapat
dalam kutipan: “ Tapi ada sisi lain yang
tidak menyesal, bahkan bersyukur, atas cinta kita. Sebab cinta bukanlah hal
yang direncanakan seperti perkawinan.”
( Larung: 175 )
·
Kritik Sosial: Kejadian-kajadian yang
ricuh yang ada di Jakarta.
§ Terdapat
dalam kutipan: “... dan menggelar mimbar bebas, pasukan rezim Orde Baru
akhirnya menyerbu.” (Larung: 197 )
Pendekatan
1.
Pendekatan Emotif
1. Ketika
seorang ayah kuat tidak menggunakan pita suaranya untuk bicara dalam hidunya
demi keluarganya.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Aku punya pita
suara, tulisnya, namun istriku tidak. Begitu pula anak-anakku yang empat belas
orang” & “ Karena itu aku melupakan pita suaraku dan membangun sebuah
negeri yang penghuninya tidak berlisan melainkan bertulisan.”
(
Larung: 33 )
2. Ketika
Laila terluka gara-gara tingkah laku Sihar, namun ia begitu tegar dan selalu
memaafkan kesalahan-kesalahan Sihar.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Selalu saya
merah dan terluka, tapi selalu saya sanggup membayangkan bahwa ini pun bukan
perkara gampang bagi kamu. Panggilan darimu, biar apapun, membuat saya merasa
bahwa kesedihan ini juga menjadi bagian dirimu.”
(Larung: 144 )
2.
Pendekatan Analisis
1. Di
dalam novel Larung tersebut terdapat unsur intrinsik yang meliputi : alur,
sudut pandang, tema, tokoh dan penokohan, setting, amanat dan unsur ekstrinsik
yang berupa biografi pengarang.
3.
Pendekatan Historis
1. Cerita
rakyat mengenai kerajaan Kedhiri
·
Terdapat dalam kutipan: “... di wilayah
Dhaha sesaat sebelum kerajaan itu terpecah menjadi dua, Kedhiri di barat dan
Jenggala di timur.” (Larung: 41 )
4.
Pendekatan Sosio-psikologis
2. Kebudayaan
pembakaran mayat yang ada di Bali.
·
Trdapat dalam kutipan: ”...Di Bali.
Dalam upacara Ngaben famili jauh. Ada enam orang yang diupacarakan ketika itu.
Salah satunya menjadi gunjingan orang banyak.” ( Larung: 104)
Suspens
1. Ketegangan
Larung yang hendak membunuh neneknya, namun selalu gagal.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Pejam matanya
tiba-tiba menjadi teror, gelombangnya mengguncang lenganku dalam tremor yang
tak terkontrol...” ( Larung: 66 )
2. Ketegangan
Bilung pada saat menelpon keluarganya, dan hal itu merupakan kesalahan besar
karena itu merupakan larangan.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Tapi semua
lewat. Ia semakin gelisah. Ia pijit nomor telepon genggam Usdek, abangnya yang
bekerja di perkebunan kayu.” ( larung: 262 )
3. Ketegangan
antara Bilung, Wayan Togog dan juga Koba pada saat ia diserang dengan berbagai
pesan-pesan aneh.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Bunyi radio
panggil terdengar di telinga mereka sebagai jeritan. Alarm yang seketika
menakutkan.” ( Larung: 268)
Surprise
1.
Ketika Larung handak membunuh simbahnya, tiba-tiba simbahnya bangun dan berkata
bahwa dirinya bukanlah nenek kandungnya.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Kau bukan
cucuku Larung. Kau adalah anak yang dipungut dari orang tua yang punya
keturunan gila.” ( Larung: 68 )
2.
Ketika Shakuntala sangat perhatian dengan Laila, ternyata Shakuntala adalah
seorang biseksual.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Ia baru tahu
Shakuntala tumbuh menjadi biseksual. Yasmin bercerita kepadanya dengna marah
karena Shakuntala tidur dengn Laila.” (Larung: 189 )
Plausibility
1.
Hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
·
Terdapat dalam kutipan: “ Karena itu
pria akan memimpin dan wanita akan mengasihi. Pria membangun dan wanita
memelihara. Pria membikin anak dan wanita melahirkan.”
(Larung:
154 )
2.
Sebuah perjalanan menjadi seorang panglima.
·
Terdapat dalam kutipan: “ Sebelum
menjadi Panglima, seorang prajurit akan menjaddi pengintai di menara. Maka
wahai Satria, jadikanlah pohon kelapa ini menaramu, tempat kamu melindungi
adik-adikmu perempuan dari para raksasa yang mengendus di kejauhan hutan.”
(Larung: 154 dan 155)
Unsur Ekstrinsik
1.
Biografi pengarang
Justina Ayu Utami atau hanya Ayu Utami (lahir di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968; umur 45 tahun)
adalah aktivis jurnalis dan novelis Indonesia, ia besar di Jakarta dan menamatkan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Ia
pernah menjadi wartawan di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tak lama setelah penutupan Tempo, Editor danDetik pada masa Orde Baru,
ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan. Kini ia
bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Novelnya
yang pertama, Saman,
mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap memberikan warna baru
dalam sastra Indonesia.
Ayu
dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman memenangi sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga
tahun Saman terjual 55 ribu eksemplar. Berkat Saman pula, Ayu mendapat Prince
Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah
yayasan yang bermarkas di Den Haag,
yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan
pembangunan. Akhir 2001, ia meluncurkan novel Larung.
2. Pandangan
pengarang
Pandangan Ayu Utami dalam
novel ini mungkin adalah bahwa di Indonesia ini masih begitu banyak
ketidakadilan sehingga Ayu Utami menuliskan kisah pelarian ketiga aktivis
mahasiswa yaitu Wayan Togog, Koba dan juga Bilung. Masih banyak juga
kisah-kisah perselingkuhan dan sebagainya.
3. Latar Belakang
Latar belakang Ayu
Utami menulis Novel Larung ini adalah mungkin ia merasa bahwa di Indonesia ini
begitu banyak kejadian-kejadian yang sangat meresahkan masyarakat Indonesia
seperti kerusuhan-kerusuhan pada masa Orde Baru, ketidakadilan, penyalahan
orang lain, kisah-kisah perselingkuhan, kesedihan-kesedihan dan hancurnya
hati para perempuan karena perilaku
laki-laki, sampai pada bebasnya pergaulan pada masa itu.
4. Pragmatik
· Nilai agama yang terkandung di novel ini
adalah bahwa selingkuh itu tidak baik, janganlah kamu melakukannya, hal ini
dibuktikan dengan perselingkuhan antara Yasmin dengan Saman.
·
Nilai moral terkandung di novel ini
adalah bahwa janganlah kamu berjuang atau bersusah payah dengan tujuan yang
tidak baik atau mencelakakan orang lain, hal ini dibuktikan dengan perjuangan
Larung yang hendak membunuh neneknya.
·
Nilai moral yang terkandung di novel ini
adalah bahwa janganlah kamu berburuk sangka sebelum benar-benar terbukti, hal
ini dibuktikan dengan sikap Wayan Togog yang selalu curiga dengan niat baik
Larung.
5.
Sosiologis
Kehidupan
sosial pengarang disini mungkin mengalami atau ikut merasakan kejadian kejadian
yang ada di Indonesia tepatnya di Jakarta. Pada saat Orde Baru banyak sekali
kerusuhan-kerusuhan yang ada di Indonesia. Contohnya saja pada tahun 1996, para
pendukung Kongres IV Medan, Kongres yang menolak Megawati dan mengangkat Soerjadi
sebagai ketua umum partai, dengan membawa batu serta pentung kayu sepanjang
satu meter. Selain itu mungkin pada masa tersebut banyak sekali pergaulan bebas
yang menyebar ke banyak pemuda pemudi di Indonesia, seperti halnya kisah empat
sahabat yang penuh dengan dunia seks bebas yaitu Yasmin, Cok, Shakuntala.
1 komentar:
wahhh begitu sangat luar biasa ya kk cerita tarung sangat bermanfaat. izin kkk pakai untuk memenuhi tugas kampus untuk menjadi refresing tugas
Posting Komentar