Recent Posts

Senin, 08 Desember 2014

Analisis Novel “Jerit (Suatu Ketika di Lho’sumawe )”



Analisis Novel “Jerit  (Suatu Ketika di Lho’sumawe )”

Sinopsis
Kecintaan akan alam dan jiwa petualang yang selalu menggoda membawa Ragil de Luana gadis seksi berdarah campuran Kairo, Jawa dan Perancis ‘terdampar’ di tengah kerusuhan Lho’sumawe. Ketika nyaris menjadi korban huru hara yang tengah berlangsung, Ragil diselamatkan Damas wartawan musik tapi juga sama-sama suka petualangan. Pertolongan yang diulurkannya tidak hanya mengobati luka memar di tubuh Ragil, tapi juga batin Ragil yang mulai sering terlibat pertengkaran dengan kekasihnya Fabio.

            Perkenalan degan Agam bocah hitam kecil berdarah asli Aceh, menambah nuansa kehidupan singkatnya di Lho’sumawe. Pembantaian keluarga Agam secara kejam dan penganiayaan yang tak henti mengiris hati Ragil. Perjalanan di Lho’sumawe makin memilukan ketika toh persahabatan tulusnya membuat ayah Agam terluka dan terus menerus curiga akan sosok asing Ragil.
Di bagian lain, ketika percintaan antara Ragil dan Damas sampai perpisahan dengan Fabio tak dapat dihindarkan lagi, Ragil mengalami ‘luka’ baru yang teramat sangat ketika didapatinya Damas ternyata beristri.
            Dengan jerit tangis tak terkendali Ragil meninggalkan Indonesia untuk sementara waktu. Tapi ternyata perlakuan orang asing yang tahu situasi tanah air tidak banyak menolong. Hari-harinya suram di Costa Messa karena selalu teringat luka yang ditinggalkan Damas. Namun waktu akhirnya dia tahu banyak orang lainyang menjerit sepeninggalan Ragildi tanah air, dia malu pada dirinya sendiri. Dia menjerit untuk urusan cinta, sementara saudara-saudara sebangsa yang lain punya jeritan lebih menyayat hati. Yang miskin menjerit kelaparan dan yang kaya pun terimbas ketika mereka harus menjerit karena ketakutan.
            Ragil kembali ke tanah air, dan sekali lagi terlibat percintaan dengan pemuda pirang bermata biru, Pulga Sambirono awal cinta yang indah membuat Ragil melupakan jeritan cinta bersama Damas namun ternyata berakhir tak kalah tragis. Pulga menikah tiba-tiba dan Ragil tak pernah mengizinkan Pulga menjelaskan sebabnya. Kembali Ragil ‘lari’ melanglang buana samapi diaditaklukkan Yoridahn Boudard di St. Pemy yang elegan. Yoridahn yang membuat Ragil kembali percaya bahwa cinta itu memang ada. Di tengah kemantapan hatinya mengambil keputusan pilihan hidup, Ragil kembali  mendapati betapa Agam sahabat kecilnya di Lho’sumawe kembali diguncang prahara dan situasi tanah air makun memburuk lebih dari apa yang pernah dibayangkan.
            Ketika Ragil baru menetapkan pilihan hidup yang sesungguhnya dengan mempersetankan kata nasionalisme, tragedi lain sekali lagi menghampiri Ragil.vkali ini dia benar-benar menjerit tak tertahankan dan hampir mengakhiri hidupnya sendiri.......
Ita Sembiring,
Januari akhir, 2009

Unsur Intrinsik
Alur : campuran
Cerita diawali ketika ragil terbangun di reruntuhan banguanan dengan badan penuh luka dan dia bertemu dengan damas  sampai akhirnya diceritakan beberapa kisah percintaan ragil, lalu ragil bertemu dengan anak kecil di lho’sumawe yang bernama agam, kemudian agam memnceritakan kisah kehidupan si agam dan cerita ini diakhiri dengan ragil tidak ingin memikirkan segala sesuatu tentang kisah cinta dan masa lalunya dan dia memutuskan untuk menetap di yogyakarta kaliurang.
Tahap-tahap alur
1.      Perkenalan : perkenalan tokoh dibuktikan ketika kejadian di lho’seumawe
2.      Konflik            :
Ø  konflik terjadi ketika Ragil merasa dirinya akan dibantu pada saat kejadian gerakan aceh merdeka tapi ternyata ragil tidak ditolong karena dikiranya Ragil sudah meninggal dan ditinggalkan.
Ø  Ragil merasakan cinta saat bertemu dengan damas, tetapi ternyata damas telah mempunyai istri yang sedang mengandung anak pertamanya.
3.      Komplikasi : setiap ragil merasakan cinta tetapi pada akhirnya patah hati dan membuat ragil sakit hati.
4.      Klimaks : saat ragil mulai menemukan cinta sejatinya bersama yordhan tetapi akhirnya yordhan meninggal Karena kecelakaan
5.      Resolusi: ragil memutuskan untuk pergi ke kaliurang jogja dan menetap disana, dan tinggal bersama dengan seorang laki-laki yang ia anggap sebagai kakaknya


Tokoh:
Ragil de luana :
o   pemberani : ketika dia berangkat sendirian di saat suasana di aceh sedang memanas
o   keras kepala : dia tidak mau mendengarkan nasihat ibunya, agar tidak berangkat ke lho’sumawe
o   mudah percaya dengan orang lain : ketika damas mengatakan perasaannya dan dia langsung percaya tanpa melihat latar belakang dari damas
o   tegar : berkali-kali ragil mengalami permasalahan ragil tetap menjalani kehidupannya

Damas :
o   pembohong :  damas tidak mengakui dari awal kalau dia sudah mempunyai istri
o   egois : walaupun damas sudah memiliki istri, damas tetap menginginkan hubungannya dengan ragil tetap berlanjut
o   perhatian : Damas selalu menanyakan kabar Ragil, dan ketika Ragil di rumah sakit Damas menjaga dan merawatnya.
o   Romantis:  Damas selalu memberi kasih sayang kepada Ragil

Fabio:
o   Over Protectif(suka mengatur) : dijelaskan dalam novel fabio tidak mengizinkan ragil untuk  meliput peristiwa kekacauan
Agam:
o   Penakut:  Ketika Agam hendak naik angkot bersama Ragil, ia melihat orang berseragam,  ia pun tidak jadi naik angkot karena takut dengan seseorang yang berseragam.
o   Polos:  Ketika ia diberi permen oleh Ragil dan ditanyai mengenai masa lalu keluarganya, ia langsung menjawab tanpa memperdulikan siapa yang bertanya kepadanya.

Arlik
o   Perhatian: Ia selalu mendengarkan keluh kesah dari Ragil dan memberikan solusi setiap permasalahan yang dihadapi oleh Ragil.
o   Setia kawan: Ia selalu ada buat Ragil kapanpun dan dimanapun.

Yordhan
o   Setia : yordhan hanya mencintai ragil dan ingin hidup bersama selamanya
o   Tanggung jawab : semua masalah ragil diselesaikan oleh yordhan dan ingin membuat rumah untuk kehidupannya yang akan datang.
Mike tua
·         Cerewet, sok tahu : Mike terlalu banyak bicara tentang keadaan di Indonesia
Nyonya kinayah hermas
·         Perhatian : khawatir sama ragil, selalu menelpon ragil menanyakan kabarnya
Suami istri Thiery-sylvie
·         Perhatian, penyayang
Karina
·         perhatian, baik hati
Latar :
·         Tempat            : Lho’seumawe, Medan, Santa Elizabeth, Polonia, Reulung Manyang, Ulee Lheu, Cot Pling, Jakarta, Bundaran HI, Costa Messa, Santa Monica Beach, Poenix Arizona, Long Beach, San Fransisco, Blok M, Samborino di elevator, St. remy, Startford, Paris, Kaliurang.
·         Waktu : Gerakan Aceh Merdeka September tahun 1998

·         Suasana :
Menegangkan : disaat terjadi kejadian kerusuhan GAM yang terjadi di Aceh
Menyedihkan  : ketika mengetahui bahwa Damas telah  mempunyai istri dan ketika kejadian kecelakaan yang menimpa Yordhan.
Romantis        :ketika menjalin cinta dengan Damas, yang sering bertemu dan menjalin kasih antara mereka berdua
Menyebalkan  :ketika seorang bule yang bernama Mike menyindir tentang negera Indonesia, dan hal itu benar-benar membuat Ragil kesal dengan bule itu
Membingungkan :ketika Ragil di Prancis dan bertemu dengan Yordhan Dia bingung untuk menentukan tetap tinggal di Indonesia atau di Prancis.
e.       Amanat :
·         jangan mudah jatuh cinta
·         jangan terlalu larut dalam cinta
·          setia pada satu pasangan, dan mencoba untuk menjaga perasaan pasangannya


f.       Sarana cerita :
·         Judul : jerit (suatu ketika di lho’sumawe )
·         Sudut pandang : orang ketiga serba tahu :Karena pengarang berada di luar cerita dan mengetahui semua peristiwa yang terjadi dalam cerita tersebut, menggunakan nama orang
·         Gaya bahasa : menggunakan bahasa sehari-hari, banyak mengguanakan bahasa sehari-hari seperti bahasa ingggris, prancis.
·         Nada   : kritik dibuktikan .............
Romantisme dibuktikan dengan kisah cinta ragil
Marah dibuktikan ragil merasa marah dengan negara indonesia yang berbeda jauh dengan kondisi di luar negeri
·         Tema : percintaan

g.      Pendekatan :
·         Emotif : pembaca benar-benar terbawa perasaannya saat pengarang menceritakan ragil musibah di lho;sumawe dan kisah asmara ragil yang selalu kandas ditengah jalan.
·         Analisis : didalam novel tersebut dijelaskan terdapat unsure intrinsik , meliputi : alur, sudut pandang, tema, tokoh dan penokohan, setting, amanat dan unsure ekstrinsik yang berupa biografi pengarang.
·         Historis : adanya sejarah GAM yang melatar belakangi terciptanya novel jerit (ketika di Lho’sumawe)
·         Sosio-psikologis : kebudayaan yang bebas dalam pergaulan yang kontras dengan kebudayaan di aceh.
h.      Suspens :
·         ketika ragil sedang meliput peristiwa di lho’sumawe untuk penulisan bukunya, tetapi dia malah yang menjadi salah satu korban kerusuhan
·         ketika keluarga agam (kakak perempuan dan ibunya ) menjadi korban kesalah fahaman. Ibunya dan kakak perempuannya di perkosa dan akhirnya kakak perempuannya bunuh diri dan bapaknya dibunuh.
i.        Surprise :
·         Ketika ragil mengetahui kalau damas sudah mempunyai istri
·         Ketika agam mengirim surat dan didalamnya terdapat foto agam yang didapati kakinya cacat karena kekerasan yang terjadi di aceh
·         Ketika Ragil menerima telfon dari salah satu rumah sakit di Prancis tentang keadaan yordhan  yang kecelakaan ketika mngendarai mobil.
j.        Plausibility
·         Agam merasa ketakutan ketika melihat orang yang memakai seragam tentara, karena mengingatkan dia pada kejadian yang menimpa keluarganya.


Tema: percintaan
Ekstrinsik :
1.      Sosiologis :
·         pengarang menggambarkan ragil yang mudah bergaul dengan orang lain
·         pengarang juga menggambarkan ragil mudah beradaptasi dengan setiap tempat  yang didatangi.
2.      Pragmatik :
·         Nilai yang terkandung dalam novel ini adalah nilai keagamaan dibuktikan ketika di Aceh dia menghormati dengan tidak memakai pakaian yang terbuka
·         Nilai budaya dibuktikan dalam budaya barat dan budaya orang aceh.
·         Nilai moral dibuktikan dengan Gerakan Aceh Merdeka mengakibatkan banyak korban yang tidak bersalah menjadi sasaran.



Unsur ekstrinsik
'Penulis Setiap Tragedi', Itulah julukan yang diberikan wartawan kepada Ita Sembiring. Wanita kelahiran Medan, 45 tahun yang lalu ini memang ahli dibidang menulis kisah-kisah yang kerap terjadi disekitar kita sehari-hari dan dituangkannya menjadi novel yang menarik untuk dibaca.
Ita sudah menulis sejak ia duduk di bangku SD. Saat itu, Ita kecil menulis sebuah puisi tentang kampung halamannya dan dimuat di koran lokal di Medan, Sinar Indonesia Baru. Sejak dimuatnya puisi tersebut, Ita semakin giat menulis puisi dan cerpen. Saat ditanya mengapa ia suka menulis, ia menjawab bahwa saat ia menulis, ia mengalami kepuasan batin. “Kalau sedang menulis, rasanya seperti menjadi Tuhan. Karena kita bisa menciptakan dan mengatur tokoh kita sendiri.” ungkap S1 FISIP Universitas Indonesia tersebut.
Tekad Ita untuk menjadi seorang penulis novel semakin bulat ketika SMP, bungsu dari lima bersaudara ini diajak oleh kakak-kakaknya pergi menonton di salah satu bioskop. “Waktu itu, kita pergi ke bioskop kecil, nonton film yang berkesan banget, judulnya Best Seller. Film tentang kakek tua yang kekeuh menulis sampai tulisannya jadi buku. Bener aja, bukunya jadi best seller. Keluar dari bioskop, saya ingat sekali, saya bertekad untuk jadi seperti kakek itu. Suatu saat, nama saya harus ada di buku.” ujar pengagum tulisan-tulisan Pramoedya Ananta Toer dan Mario Puzo itu.
Tahun 1998 menjadi tahun yang tak terlupakan bagi ibu dua anak ini. Buku pertamanya, Catatan dan Refleksi Tragedi Jakarta, 13-14 Mei ’98 diterbitkan. Waktu itu, Ita yang baru kembali dari kampus, terjebak di jalan karena adanya kerusuhan dimana-mana. Disaat terjebak itu, Ita teringat pada Zlata Filipović yang terkenal dengan Zlata’s Diary-nya, menuangkan catatan hariannya menjadi sebuah buku. Ita pun berpikir, jika Zlata bisa, mengapa ia tidak mencoba menulis Catatan Tragedi. Jadilah ketika itu, ia membuat tulisan-tulisan kecil mengenai apa yang ia lihat, apa yang ia dan korban lainnya alami. “Saya naik mobil pick up sama orang-orang lain, saya ngeliat sendiri kerusuhan itu, dimana-mana kebakaran. Saya bikin notes-notes kecil didalam mobil. Semua yang saya lihat dan alami, saya tulis.” cerita wanita yang pernah tinggal di Belanda selama 7 tahun itu. Begitu sampai dirumah, ia langsung mengetik dan mencetaknya. Setelah tulisannya rampung, langsung ia serahkan ke penerbitan. Buku tersebut disetujui dan langsung diterbitkan. Dua minggu setelah terbit, langsung cetakan kedua. “Benar-benar surprise banget, kayak mimpi. Akhirnya impian saya terwujud. Nama saya ada dibuku itu hehehe...” ucapnya sambil tersenyum.
Tidak berhenti sampai disitu, wanita berdarah Medan-Belanda ini terus menulis tentang kejadian-kejadian yang terjadi. Seperti novelnya, Negeri Bayangan: Terrorist Free, yang menceritakan tentang tragedi WTC 11 September. Juga novel No Velvere: Biarkan Aku Pulang, yang diangkat dari kerinduan Ita akan Tanah Air ketika ia tinggal di Belanda. Tidak heran, Ita dijuluki ‘penulis setiap tragedi’ karena kerap menulis tragedi-tragedi yang terjadi. “Saya kalau nulis, 90% kisah ‘nyata’” ujar Ita sambil membuat tanda kutip dengan jarinya.
Dalam salah satu bukunya bersama Muhammad Misrad, Jakartaku Harapanku, Ita mencoba membuat coretan menjadi buku. Berawal dari coretan warga Jakarta tentang usulan dan uneg-uneg seputar Jakarta melalui spanduk putih besar yang dibentangkan di Bundaran Hotel Indonesia saat memperingati HUT DKI Jakarta tahun lalu. Ita yang ikutan mengisi spanduk tersebut mendapat ide untuk menuangkannya menjadi sebuah buku. Ita pun mengajak Mice, begitu biasa Muhammad Misrad disapa, untuk menggarapnya. “Saya bekerja sama dengan Ita dalam pembuatan buku ini karena menurut saya gaya bahasa Ita yang enak, santai namun lugas, cocok dengan gambar-gambar saya. Ita juga penulis yang baik, easy-going. Sehingga bekerja sama dengan Ita terasa mengasyikkan.” jawab komikus itu ketika ditanya bagaimana kesannya bekerja sama dengan Ita Sembiring, via e-mail beberapa waktu lalu.
Ita mengaku, ia jarang sekali menulis sambil berimajinasi. Ita juga bercerita, bahwa tidak ada mood khusus untuknya dalam menulis. Ia dapat menulis kapan dan dimana saja. Ketika ditanya soal inspirasi, wanita yang hobi menari ini berkata, disaat sedih dan tertekan pun, kita bisa mendapat inspirasi, jadi jangan takut untuk menulis hanya karena belum mendapat ide. Kejadian-kejadian kecil jika dirangkai dengan indah juga bisa menghasilkan tulisan yang baik, seperti buku Jakartaku Harapanku. “Tinggal kita yang mau apa enggak mempublishnya.” ujarnya. “Orang-orang  sudah takut duluan sebelum mencoba. Padahal, kita belum tahu nantinya, siapa tahu bisa jadi best seller ‘kan...” tambah Ita, yang juga mengajar creative writing ini. “Saya mengajar creative writing bukan ngajarin mereka teknik nulis, tapi bagaimana membangun rasa percaya diri dalam menulis.” ungkapnya. Karena menurut Ita, biasanya yang sulit adalah membangun rasa percaya diri tersebut. Maka, saran Ita kepada para penulis muda, jangan takut dengan adanya perubahan, melainkan buatlah perubahan dan jadilah bagian dari perubahan itu. Yakin bahwa buku yang dibuat tersebut pasti akan ada yang membaca, walaupun hanya 1 dari 10 orang. Serta jangan lupa percaya diri. Karena kalau diri sendiri kita tidak yakin akan buku kita sendiri, bagaimana orang lain akan menghargainya juga. “Saya waktu itu sih maju aja terus, soal diterima atau ditolak urusan belakang, yang penting usaha dulu. Kalau ditolak, ya revisi lagi, kirim lagi, sampai bukunya terbit.” kata Ita sambil tertawa.

2 komentar:

Nonisaa mengatakan...

agam, amak, agam, amak..

[Andri Romdhoni] mengatakan...

Ragil, Damas, mengharukan sekali.
Selamat menyimak, semangat!! ;)

Posting Komentar